Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,50%. Langkah ini berpotensi menjadi angin segar terhadap instrumen investasi berisiko.
EO and Founder Finansialku, Melvin Mumpuni menuturkan pemangkasan suku bunga BI memberi sinyal bahwa kebijakan moneter kini cenderung akomodatif. Nah, jika the Fed ikut melonggarkan maka likuiditas global akan meningkat.
"Aset berisiko seperti saham, reksadana saham, hingga obligasi jangka panjang bisa kembali menarik," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (22/5).
Melvin menilai, investor jangka menengah–panjang bisa memanfaatkan momentum ini menjadi awal melakukan rotasi bertahap ke aset berisiko, terutama sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga rendah, seperti perbankan, properti, dan consumer goods.
"Namun, penting diingat bahwa rotasi tidak dilakukan secara agresif, tetapi bertahap dan terukur, sesuai dengan profil risiko masing-masing investor," tegasnya.
Baca Juga: Obligasi Pemerintah Tetap Menarik di Tengah Penurunan Suku Bunga BI, Ini Pendorongnya
Menurut Melvin, jika pemangkasan suku bunga berlanjut maka potensi imbal hasil di pasar saham Indonesia bisa berkisar di 10%–20%. Khususnya, untuk saham-saham terdiskon yang memiliki fundamental kuat.
Untuk pasar obligasi, penurunan suku bunga memberikan efek positif pada harga surat utang, terutama SBN seri menengah–panjang. Dia memperkirakan investor obligasi bisa meraih imbal hasil 5%–8% dari capital gain dan kupon, tergantung durasi dan jenisnya.
Hanya saja, investor tetap perlu memperhatikan sejumlah sentimen, baik dari domestik maupun eksternal yang berpotensi mempengaruhi pergerakan aset investasi. Mulai dari pemangkasan suku bunga the Fed, yang mana apakah akan benar-benar turun atau hanya ekspektasi semata.
Kedua, data inflasi domestik dan global lantaran dapat menghambat stimulus moneter. Ketiga, ketegangan geopolitik seperti konflik Rusia-Ukraina, Timur Tengah, dan isu Laut China Selatan.
Baca Juga: Ruang untuk Turunkan Suku Bunga Masih Ada pada Saat Ekonomi Melambat
Keempat, pemulihan ekonomi China lantaran berpengaruh besar terhadap permintaan komoditas. Terakhir, volatilitas nilai tukar rupiah yang dapat mempengaruhi sentimen investor asing.
Oleh sebab itu, ia menilai investor dengan tipe risiko konservatif bisa mengalokasikan dananya ke obligasi negara dengan komposisi 50%. Lalu, deposito/uang tunai/pasar uang/emas 40% dan 10% di saham bluechip dengan fundamental yang baik.
Untuk investor moderat, 40% obligasi negara, 30% deposito/uang tunai/pasar uang/emas, dan 30% saham dengan perpaduan value investing dan bluechip. Untuk investor agresif bisa mengalokasikan 20% ke obligasi negara, 20% deposito/uang tunai/pasar uang/emas, 58% saham dengan perpaduan value investing dan bluechip, serta 2% di aset kripto.
Selanjutnya: Jadwal Malaysia Masters 2025 dan Link Live Streaming Indonesia di Perempat Final
Menarik Dibaca: Promo Superindo Hari Ini 23-25 Mei 2025, Daging Sengkel-Beras Merah Harga Spesial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News