Reporter: Dian Sari Pertiwi, RR Putri Werdiningsih | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi ibarat memupuk tanaman. Semakin sering disiram, akan semakin tumbuh subur dan menghasilkan buah berupa pendapatan pasif yang dapat diandalkan untuk masa depan.
Hal ini diyakini oleh Benny Pidakso, Direktur Keuangan PT PP Presisi Tbk. Sejak pertama kali bekerja, dia sudah menyisihkan pendapatannya dalam bentuk tabungan.
Tidak terlalu lama, Benny mulai berkenalan dengan produk investasi yang lebih canggih. Setelah bekerja selama tiga tahun sebagai staf keuangan proyek di PP Presisi, Benny mulai berkenalan dengan dunia investasi.
Produk investasi pertamanya adalah produk asuransi. Kala itu, ada agen asuransi yang menawarkan unitlink kepada Benny. Dari penghasilan, 10% langsung saya potong untuk unitlink itu, kenang Benny.
Alumnus Universitas Airlangga ini menuturkan, unitlink yang ia ambil saat itu masih berlaku hingga saat ini. "Hanya buat iseng saja," imbuh dia.
Dua tahun kemudian, Benny berkenalan dengan instrumen investasi saham. Menurut dia, saham menjanjikan imbal hasil yang maksimal. Benny pernah sukses mengantongi keuntungan sebesar 30% dari sebuah saham.
Ia menanamkan duit di saham tersebut selama setahun. "Padahal di tahun berikutnya saham itu naik dua kali lipat, kata Benny, tanpa membeberkan saham yang ia beli ketika itu. Benny mengenang, harga saham saat itu memang naik tinggi, sebab krisis ekonomi global di 2008 baru saja reda.
Tak merasa gentar
Karena imbal hasil besar itulah, Benny lantas kepincut dengan instrumen saham. Apalagi tingkat likuiditasnya tinggi. Dengan begitu, saat membutuhkan dana, Benny lebih mudah mencairkan ketimbang membiakkan uang dalam bentuk properti.
Walau lebih suka instrumen saham, Benny enggan disebut investor agresif. Strateginya dalam mengembangbiakkan pundi-pundi simpanan di saham adalah dengan cara masuk bertahap.
Benny biasanya mengacu pada fundamental perusahaan saat memilih saham mana yang layak dia koleksi. Ia juga tidak gentar menghadapi fluktuasi harga yang bisa terjadi di suatu saham. Kalau ada isu negatif, saya akan gunakan untuk nambah investasi di saham, ujar lelaki yang gemar bersepeda ini.
Tentu, Benny tidak sembarangan masuk. Ia menggunakan analisa teknikal untuk mencari waktu yang tepat buat masuk. Jadi, dia dapat menekan kerugian karena volatilitas harga saham.
Ia berkisah, saat pasar saham turun di pertengahan 2015, dia menambah komposisi sahamnya. Sehingga, ketika harga indeks mulai kembali menguat, Benny sudah mengakumulasikan keuntungan. "Jadi kalau harga saham turun, tapi secara fundamental tidak ada masalah, saya akan tetap keep bahkan saya tambah," kata dia.
Saat ini, Benny menjatuhkan pilihan pada saham sektor konsumsi, telekomunikasi dan energi. Alasannya, produk dari ketiga sektor saham ini paling sering digunakan oleh masyarakat. Tapi, ia enggan blak-blakan lebih detail. Benny hanya bilang ada 20 sampai 22 saham yang ia koleksi.
Porsi investasi Benny di produk saham mencapai 50%. Selain saham, Benny juga punya portofolio investasi dalam bentuk deposito sebesar 25%. Sisanya, sebanyak 25% dia simpan di pasar uang dan reksadana.
Dana dalam deposito ini dia gunakan sebagai cadangan uang tunai untuk investasi di saham. Deposito ini hanya sebagai back up, kalau saham lagi turun deposito saya cairkan buat investasi di saham lagi, kata pria yang mengambil S2 di Universitas Prasetiya Mulia ini.
Benny menyebut, dalam berinvestasi ia berprinsip jangan sampai kehilangan uang. Nah, kalau sampai kehilangan uang, maka harus mencari gantinya.
Makanya, Benny terbilang disiplin dalam mengatur portofolio investasinya di pasar saham. Hampir tiap hari, dia memantau pergerakan harga saham-saham yang dia koleksi. Jadi, keputusan yang dia ambil bisa lebih cepat dan tepat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News