Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Penerbitan surat utang oleh perusahaan atau obligasi korporasi tahun ini lesu. Direktur Indonesia Bond Pricing Agency atau IBPA Wahyu Trenggono memperkirakan penerbitan obligasi korporasi sulit mencapai Rp 50 triliun atau turun dibandingkan penerbitan tahun lalu yang mencapai Rp 58,56 triliun.
Menurut Wahyu banyak sentimen yang membuat emiten urung untuk menerbitkan surat utang. Seperti, tingginya inflasi akibat kenaikan tarif dasar listrik yang sudah diberlakukan dan adanya pencabutan stimulus secara total oleh Amerika Serikat. “Kita lihat inflasi terkendali atau tidak di tahun ini karena ada lebaran, kenaikan tarif dasar listrik, dan Oktober akan ada pencabutan stimulus,” ujar dia, Senin (14/7).
Apabila inflasi terus mengalami kenaikan, bukan tidak mungkin. Bank Indonesia akan kembali menaikkan suku bunga acuannya atau BI rate. Padahal, jika suku bunga kembali naik dari posisi 7,50% maka beban emiten akan bertambah berat. Pasalnya, BI Rate menjadi acuan investor calon pembeli obligasi untuk meminta kupon.
Kendati demikian, ia menambahkan, laju inflasi tergantung kepada Presiden yang terpilih nantinya. Jika program Presiden yang terpilih dapat mengendalikan inflasi maka investor akan tertarik untuk membeli. “Investor butuh bukti, mereka bisa hitung-hitungan,” tuturnya.
Hingga akhir Juni 2014, nilai obligasi baru tercatat Rp 22,03 triliun. Wahyu memperkirakan penerbitan obligasi baru masih dibatasi oleh tingginya suku bunga acuan serta adanya perhelatan pemilu.
Bursa Efek Indonesia (BEI) sendiri menargetkan penerbitan obligasi korporasi baru tahun ini bisa mencapai Rp 50 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News