kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BEI menjaring perusahaan rintisan untuk masuk bursa saham


Rabu, 07 Maret 2018 / 08:26 WIB
BEI menjaring perusahaan rintisan untuk masuk bursa saham
ILUSTRASI. Menkominfo Rudiantara saat Startups GoPublic di BEI


Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) terus menjaring perusahaan rintisan (start up) untuk masuk bursa saham. Lewat program IDX Incubator, BEI kini mengawal 42 perusahaan rintisan.

Bahkan ada satu perusahaan rintisan yang sudah siap melenggang di bursa. Perusahaan tersebut bergerak di bidang financial technology (fintech). "Ada satu yang sudah memenuhi net tangible asset sebesar Rp 5 miliar," kata Head of IDX Incubator Irmawati Amran, Selasa (6/3).

Namun dia belum mau bilang kapan perusahaan itu masuk bursa. "Perusahaan itu menyiapkan secara internal, GCG (good corporate governance) dan kecukupan modal disetor untuk go public pada tahun ini," imbuh Irmawati.

Di luar 42 start up tadi, tahun ini, IDX Incubator berencana menjaring 40 perusahaan rintisan. Perinciannya, sebanyak 20 perusahaan berlokasi di Jakarta, 15 di Bandung dan 5 perusahaan di Surabaya.

Di luar IDX Incubator, satu perusahaan sudah bersedia mencatatkan saham di BEI (IPO). Perusahaan ini beraset lebih dari Rp 5 miliar. Jadi, sudah ada dua perusahaan start up yang siap go public.

Kedua perusahaan ini mungkin mengincar nilai emisi setara IPO PT Kioson Komersial Indonesia Tbk (KIOS), yang lebih dulu IPO. Pada 5 Oktober 2017, KIOS menggelar IPO dengan meraup dana senilai Rp 45 miliar.

BEI juga mendekati perusahaan start up level unicorn seperti Go-Jek, Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak. Salah satu start up unicorn, Go-Jek, baru-baru ini menyambangi BEI untuk membicarakan rencana IPO.

Analis teknikal Profindo Sekuritas Indonesia Dimas Wahyu Putra Pratama menilai, sebelum membeli saham start up, investor perlu mencermati rencana penggunaan dana IPO tersebut. Jika digunakan untuk ekspansi, maka saham start up itu layak dikoleksi.

Investor juga harus memahami prospek perusahaan dalam 10 tahun, tak cuma jangka pendek. "Yang membedakan perusahaan rintisan dan perusahaan biasa adalah nilai bisnisnya," kata Dimas.

Nilai bisnis yang dimaksud adalah prospek dalam jangka panjang. Nilai start up juga tak bisa semata-mata dihitung dari rasio laba rugi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×