kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BEI akan mengubah pembobotan indeks, apa yang perlu dilakukan investor saham?


Senin, 12 November 2018 / 06:41 WIB
BEI akan mengubah pembobotan indeks, apa yang perlu dilakukan investor saham?
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pengelola dana menilai positif langkah Bursa Efek Indonesia (BEI) yang akan memasukkan unsur free float alias jumlah saham bereda di publik sebagai penghitungan bobot indeks. Nantinya, setiap emiten akan disaring likuiditasnya, baru setelah itu akan akan diberikan bobot sesuai dengan perkalian kapitalisasi pasar dan free float.

"Seharusnya positif, karena indeks berdasarkan free float lebih mencerminkan likuiditas yang sebenarnya," kata Rudiyanto, Direktur Panin Asset Management kepada Kontan.co.id, Minggu (11/11).

Upaya ini juga sekaligus mampu mengimbau perusahaan secara tidak langsung, untuk memperbesar porsi sahamnya ke publik. Meskipun perlu diakui, dampak negatif dari rencana BEI tersebut, mampu menekan beberapa saham.

Direktur Utama Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana mengatakan dampak positif dari rencana tersebut, indeks akan lebih mewakili jumlah investor minoritas. Itu karena, saham yang memiliki floating banyak mempunyai bobot yang besar.

"Hal ini membuat potensi cornering di saham saham yang kurang likuid berkurang, sehingga pengelolaan portofolio pada ETF dan reksadana indeks menjadi lebih fair," kata Jemmy kepada Kontan.co.id, Minggu (11/11).

Sedangkan di sisi lain, rencana tersebut bisa memberikan dampak negatif di mana indeks kemungkinan mengalami koreksi. Itu karena, kebijakan tersebut bakal memicu adanya aksi selling pressure di saham saham yang bobotnya berkurang, tetapi memiliki likuiditas yang kecil.

Apa yang perlu dilakukan investor?

"Untuk saham yang bobotnya berkurang, akan mengalami tekanan jual. Sebaliknya, yang bertambah (bobotnya) akan mendapat pembelian, terutama dari reksadana indeks, ETF dan reksa dana saham yang menjadikan LQ45 dan IDX30 sebagai acuan," kata Rudiyanto.

Di luar itu, menurutnya tidak ada dampak negatif lainnya yang bakal mengancam pergerakan indeks saham emiten. Apalagi, perubahan indeks nantinya bakal dilakukan setiap enam bulan. Sehingga, kalau ada saham yang keluar ataupun masuk, biasanya baru akan berpengaruh pada IHSG.

Namun, tidak ada jaminan bahwa saham yang masuk akan naik dan yang keluar akan turun, karena menurut Rudiyanto hal sebaliknya bisa saja terjadi. "Untuk investasi saham, kunci utamanya tetap ada di fundamental emiten. Perubahan indeks, hanya salah satu dan bukan satu satunya penyebab naik turunnya harga saham," kata Rudiyanto

Jemmy menyarakan agar investor yang ingin berinvestasi untuk menjauhi sementara saham saham yang akan mengalami tekanan karena penurunan bobot. "Tetapi investor justru bisa masuk untuk membeli saham saham yang mengalami kenaikan bobot indeks secara signifikan," ungkapnya.

Menurutnya, langkah tersebut sudah bisa dilakukan sedari sekarang. "Bisa saja dieksekusi sekarang karena walau belum pasti, investor dari ETF atau reksadana indeks mungkin akan lebih dulu mengurangi posisi, untuk mencegah penurunan nilai portfolio yang akan mengakibatkan penurunan saham saham bluechips," tandasnya.

Asal tahu saja, sebelum rencana BEI tersebut diterapkan, beberapa emiten seperti HMSP, GGRM, UNVR, INDF dan ICBP yang bobotnya akan diturunkan, justru sudah mengalami tekanan indeks lebih dulu. Pada Jumat (9/11) selain Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 1,72% beberapa saham seperti HMSP juga anjlok hingga 10,29%, disusul GGRM 3,12%, UNVR 4,67%, INDF 3,35%, dan ICBP 2%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×