Reporter: Nur Qolbi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepuluh orang terkaya Indonesia versi Majalah Forbes 2019 memiliki saham pada sejumlah perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Orang terkaya nomor satu di Indonesia misalnya, R. Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono menjadi pemegang saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA, anggota indeks Kompas100) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR, anggota indeks Kompas100).
Kemudian, orang terkaya nomor dua, Keluarga Widjaja menjadi pemegang saham pada perusahaan konglomerasi Sinar Mas Group. Beberapa diantaranya adalah pada perusahaan properti PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE, anggota indeks Kompas100), penyedia lahan industri PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS, anggota indeks Kompas100), produsen crude palm oil (CPO) PT SMART Tbk (SMAR), dan produsen kertas PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP, anggota indeks Kompas100).
Baca Juga: Ini 25 orang tertajir Indonesia tahun 2019
Berdasarkan data yang dihimpun Kontan.co.id, sepanjang tahun ini, mayoritas harga saham perusahaan yang sebagian kepemilikannya dikuasai 10 orang terkaya di Indonesia ini mencatatkan kenaikan. Dari 33 emiten, hanya sembilan emiten yang harga sahamnya turun.
Empat perusahaan yang mencatatkan penurunan saham berasal dari perusahaan konglomerasi Sinar Mas, yaitu SMAR yang turun 6,42% ytd hingga Jumat (6/12), PT Bank Sinarmas Tbk (BSIM) turun 0,91% ytd, PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Tbk (LIFE) anjlok 52,89% sejak tercatat di BEI Juli 2019 lalu, dan INKP turun 31,17% ytd.
Saham perusahaan kelima yang turun adalah yang dimiliki orang terkaya keempat di Indonesia, Susilo Wonowidjojo, yakni PT Gudang Garam Tbk (GGRM, anggota indeks Kompas100). Saham GGRM merosot 36,86% ke level 52.800 per saham sepanjang tahun ini.
Rekomendasi analis
Begitu juga dengan saham PT Indorama Syntetics Tbk (INDR) milik orang terkaya kelima di Indonesia, Sri Prakash Lohia. Saham INDR telah turun 55,11% sepanjang tahun ini ke level Rp 2.660 per saham.
Baca Juga: Ini daftar orang tajir di Indonesia, Hartono bersaudara tetap di puncak
Dua lainnya adalah saham PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP, anggota indeks Kompas100) dan PT Indoritel Makmur International Tbk (DNET) milik Anthoni Salim yang masing-masing turun 16,52% ytd dan 7,29% ytd. Saham terkahir yang mencatatkan penurunan adalah saham Mayora Indah Tbk (MYOR, anggota indeks Kompas100) milik orang terkaya ke-10 di Indonesia, yakni Djogi Hendra Atmadja yang turun 21,37% ytd hingga Jumat (6/12).
Meskipun mencatatkan penurunan, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony melihat, beberapa saham perusahaan ini berpotensi untuk tumbuh ke depannya. Sebut saja SIMP, GGRM, MYOR, dan INKP.
Menurut dia, SIMP berpotensi untuk tumbuh lagi karena harga CPO sudah menunjukkan perbaikan. Di samping itu, program campuran biodisel 30% ke dalam bahan bakar (B30) yang mulai berlaku Januari 2020 ia nilai akan meningkatkan permintaan CPO dalam negeri juga akan menjadi katalis positif bagi harga komoditas ini.
Baca Juga: Peta Orang Paling Tajir di Indonesia Tak Berubah
Dengan begitu, hal ini akan turut mengerek pendapatan para emiten CPO yang bekalangan ini anjlok karena penurunan harga CPO. Di samping SIMP, Chris juga menyarankan investor untuk memperhatikan saham LSIP.
Pasalnya, kedua perusahaan ini termasuk pemimpin pasar dalam sektor CPO. Oleh karena itu, ia menyarankan investor buy saham SIMP dengan target harga Rp 450 per saham dan LSIP Rp 1.700 per saham.
Ia juga melihat prospek cemerlang pada pertumbuhan saham GGRM. Alasannya, kinerja perusahaan ini masih tergolong baik. Sebagai gambaran, per September 2019, perusahaan ini mencatatkan kenaikan laba bersih 25,69% secara tahunan dari sebelumnya Rp 5,76 triliun. Di samping itu, GGRM juga membukukan kenaikan pada pendapatan total sebesar 16,93% year on year, dari Rp 69,89 triliun menjadi Rp 81,72 triliun.
Baca Juga: Daftar orang kaya Indonesia, Bos Barito Pacific Group melejit
Saham GGRM juga ia nilai menarik karena menjadi saham bluechip yang valuasinya saat ini sudah cukup murah. "GGRM divaluasi pada PER yang cukup rendah, yakni 10,52x yang mana setiap tahunnya rata-rata PER GGRM berada pada area 17x-24x," ucap dia, Minggu (8/12).
Terkait dengan kenaikan tarif cukai mulai Januari 2020, Chris berpendapat bahwa hal ini tidak akan terlalu berpengaruh pada pendapatan GGRM. "Dengan kenaikan cukai, harga rokok juga akan ikut naik," kata dia.
Baca Juga: Melihat lagi daftar orang terkaya Indonesia versi Forbes
Maklum saja, GGRM masih menjadi salah satu pemimpin pasar dalam industri rokok dalam negeri. Maka dari itu, Chris merekomendasikan investor untuk buy saham GGRM dengan target harga Rp 66.000 per saham.
Chris juga melihat peluang pertumbuhan harga saham untuk INKP dan MYOR. Saham INKP akan terkena sentimen positif karena harga jual kertas yang kembali menguat, sedangkan MYOR didukung oleh kinerja keuangan yang masih baik dan harga sahamnya sudah terkoreksi cukup dalam.
Di samping perusahaan yang mencatatkan penurunan, ia juga menilai bahwa saham BBCA yang naik dan BSDE yang stagnan sepanjang tahun ini juga masih akan bertumbuh lagi. Alasannya, kedua perusahaan ini masih membukukan kinerja keuangan yang tergolong baik. Ia merekomendasikan buy saham BBCA dengan target harga Rp 34.000 per saham dan BSDE Rp 1.400 per saham.
Baca Juga: Bukan Jeff Bezos, inilah 10 orang terkaya di dunia sepanjang sejarah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News