Reporter: Rashif Usman | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi menerapkan kebijakan tarif impor baru mulai hari ini (4/2). Kebijakan ini mencakup tarif impor sebesar 25% untuk produk dari Kanada dan Meksiko, serta 10% untuk barang asal China. Walau akhirnya Trump menunda sementara tarif untuk Meksiko.
Langkah ini diperkirakan akan berdampak luas terhadap perdagangan global, termasuk bagi Indonesia yang merupakan salah satu eksportir komponen otomotif ke AS.
Salah satu emiten yang berpotensi terdampak adalah PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA). Perusahaan manufaktur komponen otomotif ini menargetkan ekspor ke AS dapat mencapai US$ 26,8 juta pada tahun 2025.
Head of Investment Specialist PT Maybank Sekuritas Indonesia Fath Aliansyah Budiman menyoroti kontribusi penjualan ekspor DRMA berdasarkan laporan keuangan per kuartal III-2024. Dari total penjualan sebesar Rp 4 triliun, ekspor menyumbang Rp 8,4 miliar.
"Apabila kenaikan jumlah ekspor ke Amerika Serikat dapat dinaikkan sebesar target perusahaan, kontribusinya memang mengalami kenaikan secara signifikan namun belum bisa menggantikan dominasi penjualan domestik," kata Fath kepada Kontan, Senin (3/2).
Baca Juga: IHSG Anjlok Hari Ini (3/2), Simak Proyeksi untuk Perdagangan Selasa (4/2)
Fath bilang dengan asumsi penjualan domestik mencapai Rp 5 triliun pada 2025 dan ekspor ke AS sebesar Rp 436 miliar berdasarkan estimasi penjualan US$ 26,8 juta dengan kurs Rp 16.300 per dolar AS, kontribusi ekspor masih di bawah 10%.
"Jika kemudian hari terjadi kenaikan tarif yang lebih tinggi, dampaknya terhadap kinerja keseluruhan DRMA diperkirakan tetap minimal," ujar Fath.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan menambahkan, apabila AS menerapkan tarif impor terhadap Indonesia, maka berpotensi menghambat kinerja ekspor otomotif nasional. Peningkatan biaya produk yang masuk ke AS dapat melemahkan daya saing di pasar tersebut.
Selain DRMA, PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) juga berisiko terdampak mengingat emiten ini turut mengekspor ban ke AS.
Namun, situasi ini juga bisa menjadi peluang bagi emiten Indonesia jika tarif impor AS terhadap negara lain lebih tinggi. Kondisi tersebut dapat membuat produk dari negara lain menjadi lebih mahal, sehingga membuka kesempatan bagi GJTL dan DRMA untuk lebih kompetitif di pasar AS.
Terkait rekomendasi saham untuk DRMA, jika kebijakan AS menguntungkan Indonesia dan DRMA mampu menyesuaikan strategi ekspornya, secara teknikal saham ini berpeluang menguat menuju resistance terdekat di Rp 1.000 dan berpotensi melanjutkan kenaikan ke Rp 1.100.
Namun, jika gagal menembus resistance, DRMA berisiko turun di bawah support Rp 900, dengan potensi koreksi lebih lanjut ke area Rp 940–Rp 950 per saham.
Selanjutnya: Persiapan Mudik Lebaran Mulai Dibahas, Kapan Awal Puasa & Hari Raya Idul Fitri 2025?
Menarik Dibaca: Siklon Tropis Taliah & Vince Kepung Indonesia, Cuaca Hujan Lebat dan Gelombang Tinggi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News