Reporter: Rashif Usman | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi menerapkan kebijakan tarif impor baru mulai 4 Februari 2025. Kebijakan ini mencakup tarif sebesar 25% untuk produk dari Kanada dan Meksiko, serta 10% untuk barang-barang asal China.
Tarif bea masuk untuk ketiga negara itu akan diberlakukan sepenuhnya mulai Selasa (4/2), sesuai dengan perintah yang ditandatangani oleh Donald Trump pada Sabtu (1/2) sore di Florida, AS.
Langkah ini diperkirakan akan berdampak luas terhadap perdagangan global, termasuk bagi Indonesia yang merupakan salah satu eksportir komponen otomotif ke AS.
Salah satu emiten yang berpotensi terdampak adalah PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA). Perusahaan manufaktur komponen otomotif ini menargetkan ekspor ke Amerika Serikat dapat mencapai US$ 26,8 juta pada tahun 2025.
Equity Research BNI Sekuritas Halima Yefany mengatakan sejauh ini Indonesia belum dikenakan tarif impor oleh AS, sehingga emiten otomotif seperti DRMA masih dapat mengekspor ke pasar AS tanpa hambatan tambahan.
Baca Juga: Cermati Efek Kebijakan Tarif Impor Trump ke Kinerja Emiten Komponen Otomotif
Namun, risiko dapat meningkat jika ke depannya AS menerapkan tarif terhadap Indonesia, yang berpotensi menurunkan daya saing produk otomotif Indonesia di pasar AS.
"Jika tarif diberlakukan, ini bisa menjadi tantangan bagi emiten komponen otomotif yang bergantung pada ekspor ke AS, sementara emiten yang berfokus pada pasar domestik cenderung lebih resilien," kata Halima kepada Kontan, Senin (3/2).
Halima menegaskan dampak langsung dari tarif impor AS terhadap ekspor otomotif Indonesia masih terbatas, mengingat mayoritas penjualan otomotif di Indonesia bersifat domestik.
Untuk ekspor, sebagian besar pasar tujuan ialah negara-negara Asia, termasuk Asia Tenggara dan Timur Tengah. Namun, secara tidak langsung, kebijakan ini dapat mempengaruhi prospek ekonomi Indonesia secara keseluruhan, yang berpotensi menekan daya beli dan permintaan kendaraan di dalam negeri.
Dus, emiten perlu terus memperkuat pasar domestik dan mencari peluang ekspor ke negara-negara yang tidak terdampak kebijakan tarif AS. Diversifikasi produk, efisiensi produksi, serta kolaborasi dengan produsen otomotif global untuk memperluas jaringan pasar dapat menjadi strategi mitigasi risiko.
Selain itu, inovasi dalam sektor kendaraan listrik dan komponen otomotif berteknologi tinggi dapat menjadi peluang pertumbuhan jangka panjang.
Dengan dampak langsung yang masih terbatas, emiten seperti PT Astra International Tbk (ASII) dan DRMA tetap memiliki prospek positif, terutama dengan dominasi pasar domestik dan diversifikasi ekspor ke negara lain.
Namun, investor perlu mencermati perkembangan kebijakan perdagangan AS terhadap Indonesia ke depan.
"Jika tarif diberlakukan, revisi terhadap valuasi dan target harga saham emiten yang memiliki eksposur ke pasar AS mungkin diperlukan," ucap Halima.
Sementara itu, Head of Investment Specialist PT Maybank Sekuritas Indonesia Fath Aliansyah Budiman menyoroti kontribusi penjualan ekspor DRMA berdasarkan laporan keuangan per kuartal III-2024. Dari total penjualan sebesar Rp 4 triliun, ekspor menyumbang Rp 8,4 miliar.
"Apabila kenaikan jumlah ekspor ke Amerika Serikat dapat dinaikkan sebesar target perusahaan, kontribusinya memang mengalami kenaikan secara signifikan namun belum bisa menggantikan dominasi penjualan domestik," kata Fath kepada Kontan, Senin (3/2).
Fath bilang dengan asumsi penjualan domestik mencapai Rp 5 triliun pada 2025 dan ekspor ke AS sebesar Rp 436 miliar berdasarkan estimasi penjualan US$ 26,8 juta dengan kurs Rp 16.300, kontribusi ekspor masih di bawah 10%.
"Jika kemudian hari terjadi kenaikan tarif yang lebih tinggi, dampaknya terhadap kinerja keseluruhan DRMA diperkirakan tetap minimal," ujar Fath.
Selanjutnya: Saham Bank Nationalnobu (NOBU) Melonjak 14,55%, Cek Rekomendasi Sahamnya
Menarik Dibaca: Masih Ada yang Diguyur Hujan, Ini Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (4/2)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News