CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.513.000   -30.000   -1,94%
  • USD/IDR 15.740   98,00   0,62%
  • IDX 7.244   -140,01   -1,90%
  • KOMPAS100 1.117   -21,26   -1,87%
  • LQ45 887   -14,43   -1,60%
  • ISSI 220   -4,35   -1,94%
  • IDX30 457   -6,42   -1,38%
  • IDXHIDIV20 554   -6,30   -1,12%
  • IDX80 128   -2,00   -1,53%
  • IDXV30 139   -0,11   -0,08%
  • IDXQ30 153   -1,86   -1,20%

Bea ekspor bisa tekan kinerja emiten CPO


Senin, 09 Januari 2017 / 08:09 WIB
Bea ekspor bisa tekan kinerja emiten CPO


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Eksportir minyak sawit mentah (CPO) mesti mengencangkan ikat pinggang. Sebab, pemerintah siap memberlakukan pengenaan bea keluar atas ekspor CPO sebesar US$ 3 per ton. Kebijakan ini berpotensi menekan kinerja emiten CPO.

"Margin PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) akan tertekan," ungkap analis UOB Kay Hian Securities, Yasmin Soulisa, dalam riset akhir pekan lalu.
Dia memprediksi, LSIP masih mampu mencatatkan margin laba bersih sekitar 16,1% pada 2017. Tapi pada 2018, marginnya berpotensi turun menjadi 13,6%. Efek atas kebijakan tersebut memang baru dirasakan pada tahun ini. Itu pun dengan catatan emiten perkebunan kembali mengekspor dalam jumlah besar.

"Pasti mempengaruhi margin, apalagi jika porsi ekspornya besar," ujar Investor Relation PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) Michael Kesuma kepada KONTAN, Jumat (6/1) lalu.

Berbeda dengan lima tahun lalu, porsi ekspor SGRO saat ini terbilang rendah. Pada kuartal III-2016, porsinya hanya 0,9% dari total pendapatan Rp 1,49 triliun. Sehingga kebijakan ini hanya berdampak minim bagi SGRO. Tahun ini, SGRO juga tetap fokus pada pasar dalam negeri.

"Karena permintaannya memang lebih menarik," imbuh Michael.

Potensi harga dan permintaan CPO dalam negeri tahun ini diprediksi lebih prospektif, seiring kebijakan pemerintah menaikkan rasio penggunaan CPO untuk bahan bakar biodiesel. Sedikit berbeda dengan SGRO, LSIP pada kuartal III 2016-malah tidak melakukan ekspor sama sekali.

Ekspor justru dilakukan induknya, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), di mana hingga periode itu ekspornya hampir 7% dari pendapatan konsolidasi yang senilai Rp 10,27 triliun.

Terakhir LSIP mengekspor secara langsung pada 2013. Kala itu, porsi ekspornya sekitar 4% dari total pendapatan. Justru PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) yang tengah mengejar pasar eksor. Tahun ini malah porsi ekspornya antara 30%-40%, dengan menjajaki penjualan ke sejumlah negara, seperti India, Pakistan dan Bangladesh.

Manajemen SSMS enggan berkomentar soal kebijakan ini. Selain SSMS, PT Sinarmas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) juga mengekspor. Malah porsinya jauh lebih besar, senilai Rp 11,86 triliun atau 56% dari total pendapatan kuartal III-2016 yang sebesar Rp 21,03 triliun.

Bea keluar ekspor US$ 3 per ton kembali diberlakukan pada 17 Januari 2017. Pertimbangan kebijakan ini adalah, harga CPO yang telah melampaui US$ 750 per ton, di mana harga tersebut adalah acuan bagi pemerintah untuk mengenakan tarif ekspor atau tidak. Kebijakan tarif ekspor memang akan menekan margin bisnis emiten perkebunan.

"Tapi, kebijakan ini juga mendukung bisnis downstream," imbuh Yasmin.

Tapi secara umum, prospek CPO masih lebih baik, setidaknya hingga semester I-2017. Di paruh pertama 2017, Yasmin memprediksi harga CPO bisa menyentuh RM 2.800–RM 3.300 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×