Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah tren tingginya inflasi, Bursa Efek Indonesia (BEI) masih bakal kedatangan pendatang baru. Berdasarkan data BEI per 27 September 2022, sebanyak 35 perusahaan berada dalam antrean pencatatan saham perdana (IPO).
Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai bahwa inflasi tidak serta merta berimbas negatif terhadap semua emiten. Sebab dari pengalaman, saat inflasi lebih tinggi dari saham, IHSG juga masih bisa bertumbuh yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan sektoral yang turut mempengaruhi.
Di tengah inflasi yang tinggi, Wawan mencermati sektor energi memiliki prospek yang lebih baik lantaran profitabilitasnya naik tinggi seiring kenaikan harga komoditas. "Dengan tingginya harga komoditas jadi ekspektasi kinerja juga lebih baik," ujar Wawan kepada Kontan.co.id, Selasa (4/10).
Baca Juga: Blibli.com dan Pertamina Geothermal Energy Bakal IPO, Begini Prospeknya
Selain energi, perusahaan IPO dari sektor manufaktur atau industri juga akan dilirik investor. Sebab, Indonesia memiliki proyeksi pertumbuhan ekonomi 2022-2023 di atas 5% yang mana proxy pertumbuhan ekonomi itu manufaktur atau perindustrian, terlebih didorong data PMI yang tinggi.
Selain itu, perusahaan IPO dengan tujuan ekspansi juga diamati investor. Karenanya, dia melihat IPO perusahaan di tengah tingginya inflasi masih akan terserap oleh pasar.
Wawan mengakui bahwa dengan tingginya inflasi akan menggerus daya beli, khususnya investor ritel. Hanya saja apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia tercapai 5% dilihatnya tidak akan terlalu memberikan masalah.
Baca Juga: Menebak Potensi Window Dressing di Tengah Ancaman Resesi Global
"Lagipula inflasi tidak akan selamanya tinggi, pasti ada saatnya turun," kata dia.
Untuk investor, Wawan juga menyarankan selain melihat sektoral juga penting untuk mencermati fundamental perusahaan IPO, seperti kinerja, profitabilitas, dan rasio utang. Investor juga perlu melihat prospek bisnisnya dalam beberapa tahun ke depan.
"Pertimbangkan juga jumlah saham dan nominal yang ditawarkan. Sebab, semakin kecil maka akan menjadi risiko," pungkas Wawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News