Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keberanian untuk bangkit dari kegagalan membawa langkah Jeffry Lomanto membangun fondasi kesuksesannya. Dia adalah Founder & CEO Moduit yang menjadi sosok di balik suksesnya perusahaan teknologi finansial berfokus pada manajemen kekayaan atau wealth management.
Terinsipirasi dari buku yang berjudul Poor Dad Rich Dad karya Robert T. Kiyosaki dan Buffett: Making of an American Capitalist karya Roger Lowenstein, Jeffry mulai berinvestasi sejak dini. Dia berharap dapat mencapai kebebasan finansial dan membangun masa depan yang lebih baik dengan berinvestasi sejak dini.
Jeffry mengawali perjalanan investasinya saat ia masuh duduk di bangku kuliah. Untuk pertama kalinya ia memilih untuk berinvestasi pada instrument reksadana pasar uang dan beberapa obligasi.
"Pertama kali investasi itu bermodalkan uang kuliah yang diberikan orang tua saya, tidak disangka-sangka hasilnya dapat membantu menutupi biaya hidup selama kuliah," ungkap Jeffry belum lama ini.
Sejak itulah, Jeffry tersadar terhadap besarnya potensi dari investasi. Jeffry pun terus menekuni dunia investasi. Berbagai pengalaman mulai manis hingga pahit ia lalui. Ketika merasakan euforia dari kenaikan portofolio investasi yang sangat pesat, dengan penuh keberanian dia berinvestasi dalam instrumen-instrumen dengan risiko tinggi bahkan melebihi appetite dan toleransi risikonya.
Baca Juga: Wakil Dirut Bank Mandiri Alexandra Askandar: Jangan Panik Saat Investasi Turun
Jeffry menyebutkan kala itu dia mulai dari promissory notes hingga structured products dengan underlying Credit Default Swap (CDS). "Melihat investasi saya tumbuh dengan cepat memberikan perasaan yang luar biasa, seolah-olah saya menemukan kunci rahasia untuk mencapai kesuksesan finansial," ujar dia.
Namun, secara tiba-tiba pada tahun 2008 hingga 2009 terjadi krisis keuangan global. Di situ, Jeffry mengalami kebangkrutan pertama dalam hidupnya. Seluruh portofolio investasi miliknya hancur dalam waktu yang sangat singkat.
Kejadian itu menjadi pukulan berat bagi Jeffry. Di sisi lain juga momen pembelajaran yang sangat berharga baginya. Ia mengaku belajar banyak hal dari kebangkrutannya.
Jeffry menjadi semakin tahu bahwa pasar keuangan sangatlah kompleks dan tidak dapat diprediksi. Selain itu ia juga tersadar pentingnya untuk mengetahui seberapa besar risiko yang mampu ditanggungnya.
"Jangan tergoda oleh potensi keuntungan tanpa memahami risiko yang menyertainya," ucap dia.
Selain itu, dia juga menyadari bahwa investasi membutuhkan ketenangan dan pengendalian emosi, terutama saat pasar sedang bergejolak. Keputusan yang didasari rasa panik sering kali berakhir buruk.
Baca Juga: Pimpinan Luno Indonesia Disiplin Diversifikasi Aset Investasi
Di sisi lain, memiliki aset yang mudah diuangkan sangat penting untuk menghadapi situasi darurat tanpa harus menjual investasi di saat yang tidak menguntungkan.
"Pengalaman pahit tersebut tidak hanya mengajarkan saya pentingnya persiapan dan kehati-hatian, tetapi juga menguatkan prinsip saya untuk selalu siap menghadapi ketidakpastian dan menjadikan setiap kegagalan sebagai pelajaran berharga untuk masa depan,” tutur Jeffry.
Pengalaman berinvestasi juga telah memberikan Jeffry banyak pelajaran berharga, terutama saat ia mengalami kebangkrutan dua kali dalam hidupnya. Dari situlah Jeffry belajar bahwa setiap orang memiliki tujuan dan impian. Tetapi hanya sedikit yang memiliki keteguhan hati dan ketekunan untuk mewujudkannya, serta kesediaan untuk membayar harganya.
Menurut dia, investasi bukan hanya tentang mengetahui teori, tetapi tentang bagaimana menerapkannya dalam situasi nyata. Salah satu prinsip yang banyak diketahui investor adalah buy the rumor, sell the fact. Banyak yang mengetahui prinsip ini, tetapi banyak investor yang gagal mengeksekusi strategi ini karena terlalu takut atau terpengaruh oleh opini pasar. Menurutnya prinsip ini mengajarkan untuk berani mengambil tindakan berdasarkan analisis kita sendiri.
“Bahkan jika itu berarti melawan arus utama, pengalaman kebangkrutan saya mengajarkan bahwa keberanian dan ketegasan dalam mengambil keputusan adalah kunci,” ungkap Jeffry.
Baca Juga: Direktur Utama GHON Rudolf Parningotan Nainggolan: Investasi Tak Bisa Disambi
Kemudian Jefrry juga menyebutkan prinsip don't catch falling knives. Menghindari saham yang sedang jatuh bebas mungkin terdengar mudah dalam teori, tetapi dalam praktiknya godaan untuk membeli aset yang tampaknya murah sangat besar. Kebangkrutan Jefrry adalah hasil dari terlalu percaya diri dalam menangkap falling knives.
Selanjutnya ada stick with the losers too long, and with the winners too short. Menurut Jeffry, salah satu kesalahan umum yang dilakukan investor adalah berani rugi tapi takut untung. Mereka cenderung mempertahankan saham yang merugi terlalu lama dengan harapan akan pulih, sementara cepat menjual saham yang untung untuk mengunci keuntungan kecil.
“Saya juga melakukan kesalahan ini di awal karir investasi saya, menyadari kesalahan ini, saya belajar untuk lebih disiplin dalam mengikuti tren dan tidak terburu-buru menjual aset yang berpotensi tumbuh lebih besar,” jelasnya.
Saat ini, Jeffry tengah tertarik untuk berinvestasi dalam instrumen-instrumen yang memiliki likuiditas tinggi. Hingga saat ini ia menempatkan investasinya pada efek utang sebesar 30%, efek saham 31%, forex 3%, reksadana 5%, cash & tabungan serta deposito 12% juga experiments investing 10%.
Baca Juga: Timothius Martin, CMO Pintu: Disiplin Penting Untuk Menjaga Nilai Investasi
Menurut dia, porsi cash dan tabungan deposito berfungsi sebagai arus kas (cashflow) dan likuiditas. Ini memungkinkan ia memiliki fleksibilitas untuk mengambil peluang spekulatif ketika pasar bergejolak.
Jeffry juga menyisihkan 10% dari portofolio untuk investasi eksperimental sebagai bagian dari R&D. Contoh aset eksperimental ini termasuk cryptocurrency, private credit, dan instrumen inovatif lainnya.
“Investasi ini membantu saya mencoba strategi dan instrumen baru, memungkinkan saya untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan pasar, serta memahami tren dan inovasi terbaru dalam dunia investasi,” ujar Jeffry.
Jeffry mengaku sering kali mencari peluang di tempat-tempat yang diabaikan oleh investor lain. Ketika pasar panik dan orang-orang menjual, dia justru melihat peluang untuk membeli aset berkualitas dengan harga diskon. Keberanian untuk berbeda ini telah membantunya menemukan investasi yang undervalued dan berpotensi tinggi.
Di sisi lain Jeffry juga selalu memeluk ketidakpastian dan tidak pernah menganggap bahwa dirinya tahu segalanya. Dunia investasi penuh dengan variabel yang tidak bisa diprediksi. Oleh karena itu, ia selalu siap untuk belajar dan beradaptasi. Ketidakpastian mendorongnya untuk terus belajar dan berinovasi dalam strategi investasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News