Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Khomarul Hidayat
Sementara itu, Analis MNC Sekuritas Catherina Vincentia menilai, harga akuisisi BNLI dengan PBV di 1,77x masih lebih rendah ketimbang akuisisi PT Bank Danamon (BDMN) oleh MUFG yang berada di sekitar 2x PBV.
“Untuk harga akuisisi masih bisa berubah karena menunggu hasil performa di kuartal akhir tahun ini. Saham BNLI masih menarik karena isu ini pun belum mencapai keputusan terakhir yang diperkirakan akan tercapai pada akhir 2020,” kata Chatherina.
Baca Juga: Bos Bangkok Bank targetkan akuisisi Bank Permata rampung kuartal III 2020
Senada, analis BCA Sekuritas Achmad Yaki menuturkan, apabila dibandingkan dengan valuasi akuisisi PT Bank Royal dan PT Bank Rabobank Indonesia oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), serta akuisisi PT Bank Danamon (BDMN) oleh MUFG, maka valuasi akuisisi BNLI ini relatif murah.
“Hanya sekitar 1.7x PBV, masih di bawah 2.0x PBV. Hanya memang valuasi harga PBV perbankan saat ini sedang turun,” tambahnya.
Dengan aksi akuisisi tersebut, Yaki berpandangan belum akan ada perubahan terhadap prospek BNLI ke depan lantaran tidak ada perubahan di bisnis model. Dalam jangka panjang, suntikan dana baru dari Bangkook Bank diharapan menambah likuiditas BNLI untuk ekspansi bisnis dan perluasan jaringan bisnis.
Menurutnya, saham BNLI hanya memiliki sedikit potensi naik. “Potensinya mungkin ada, tapi kecil karena kenaikan harga sudah cukup banyak, dan harga akuisisi hampir sama dengan harga tertinggi dalam 90 hari terakhir,” jelas Yaki.
Baca Juga: Sebelum Bangkok Bank, ini calon-calon pemilik Bank Permata
Ia menyarankan investor untuk take profit atau sell on strength dengan target harga Rp 1.370 hingga Rp 1.405 per saham. Pada penutupan perdagangan Jumat (13/12), harga saham BNLI turun 2,67% ke level Rp 1.275 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News