Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi
Sebelum memilih berinvestasi di saham ini investor tentunya perlu memperhatikan sejumlah risiko bisnis Gunung Raja Paksi. Pertama yang harus diperhatikan risiko ketersediaan pasokan bahan baku antara lain scrap baja, produk setengah jadi, seperti slab baja, bilet baja, gas alam dan listrik.
Selain itu, ketersediaan bahan baku dan sumber daya energi, harga bahan baku, dan sumber daya energi cenderung bersifat tidak stabil akibat keterikatan pasokan dan tingkat permintaan dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, dan berpotensi dapat berubah nantinya.
Melansir laporan keuangannya per Maret 2019 Raja Paksi membukukan penjualan neto yang menurun 15,18% year on year (yoy) menjadi US$ 212,13 juta dari sebelumnya US$ 250,10 juta. Penurunan penjualan ini disebabkan melemahnya permintaan pasar yang menyebabkan penurunan volume penjualan dan penurunan harga jual.
Tentunya hal ini berdampak pada perolehan laba sebelum pajak atau EBITDA yang dicatatkan turun sampai 161% yoy dari sebelumnya US$ 34,79 juta pada Maret 2018 menjadi US$ 13,03 juta.
Jumlah aset Raja Paksi pada 31 Maret 2019 dibandingkan dengan 31 Desember 2018 juga turun 5,24% menjadi US$ 1,086 miliar. Begitu juga dengan total liabilitas dan ekuitasnya US$ 1,086 miliar.
Baca Juga: Emisi kecil mendominasi IPO 2019, BEI: Ini tren menarik
Serangkaian agendanya sebelum IPO adalah sebagai berikut. Pertama, perkiraan masa penawaran awal akan dilaksanakan pada 3-5 September 2019, kemudian perkiraan tanggal efektif akan terlaksana pada 10 September 2019.
Dilanjutkan perkiraan masa penawaran umum pada 12-13 September 2019. Lalu tanggal penjatahan akan dilaksanakan pada 17 September 2019, esoknya pada 18 September akan dilaksanakan pengembalian uang pemesanan dan distribusi saham secara elektronik. Kalau tidak ada aral melintang, perkiraan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 19 September 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News