Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga berakhirnya tahun 2017 harga timah masih belum mampu bangkit menyamai harga penutupan di tahun sebelumnya.
Meski sepanjang tahun 2016 timah berhasil mencatatkan pertumbuhan hingga 44,10%, tetapi di tahun 2017 justru mencatatkan kinerja paling mengecewakan dengan pelemahan sekitar 5,21%. Timah menjadi satu-satunya logam LME yang mengalami kerugian pada tahun ini.
Sentimen negatif dimulai saat PT Timah Tbk berencana meningkatkan ekspornya pada awal tahun. Perusahaan pelat merah itu menargetkan ekspor timah tahun 2017 tumbuh dari 24.000 ton di tahun 2016 menjadi 30.000 ton di tahun 2017.
Kekhawatiran itu datang bersamaan dengan ketidakpastian pencabutan pajak ekspor China. “Perusahaan China mulai membanjiri pasar internasional dan ini menekan harga,” ungkap Wahyu Tribowo Laksono, PT Central Capital Futures.
Namun memasuki paruh kedua, timah mendapatkan dukungan dari pertumbuhan sektor elektronik yaitu produksi telepon pintar dan reformasi tambang di China. Pasokan timah kembali mengalami defisit. Di akhir kuartal III harga nikel berhasil bangkit ke level US$ 20.175 per metrik ton.
Kata Wahyu sinyal positif timah masih akan bertahan di tahun 2018. Permintaan diyakini masih sekitar 1%-2%. Kemudian defisit diproyeksikan akan mencapai 5.000 – 10.000 ton. Ia menebak harga akan bergerak pada rentang US$ 20.000 – US$ 21.000 per metrik ton.
Asal tahu saja, mengutip Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (29/12) harga timah kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) tercatat tumbuh 0,50% ke level US$ 20.025 per metrik ton dari sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News