Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Awan hitam masih menyelimuti bisnis PT Astra International Tbk. Laba bersih emiten berkode saham ASII ini kembali merosot sekitar 18% secara year-on-year (yoy) sepanjang semester pertama 2015. Hampir semua lini bisnis usaha perseroan mengalami kemunduran.
Laba dari bisnis otomotif anjlok dari Rp 4 triliun menjadi hanya Rp 3,42 triliun. Prijono Sugiarto, Presiden Direktur ASII mengatakan, secara keseluruhan, lemahnya permintaan sepanjang semester I-2015 akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi menjadi penyebab anjloknya penjualan otomotif perseroan.
Selain itu, jumlah produk baru yang diluncurkan juga minim. Terlebih, persaingan diskon pada pasar mobil masih berlangsung. Hal ini lantaran adanya kelebihan kapasitas produksi, sehingga menggerus laba.
"Bisnis komponen otomotif juga memberikan kontribusi rendah karena depresiasi nilai tukar rupiah," ujar Prijono dalam pernyataan resmi, Kamis (30/7).
Penjualan mobil nasional merosot sebesar 18% menjadi 525.000 unit. Penjualan mobil Astra pun turun hingga 21% menjadi 263.000 unit. Hal ini membuat pangsa pasar mobil perseroan menyusut dari 52% menjadi 50%.
Penjualan sepeda motor domestik juga turun sekitar 24% menjadi 3,2 juta unit. Penjualan motor Astra tersungkur sebesar 19% menjadi 2,1 juta unit. Kendati penjualan merosot, pangsa pasar kendaraan roda dua Grup Astra mampu bertengger di level 67%.
Penurunan juga terjadi pada sektor jasa keuangan, yaitu dari Rp 2,47 triliun menjadi Rp 2,08 triliun. Sebenarnya, jika keuntungan atau one-time gain dari akuisisi 50% Astra Aviva Life pada Mei 2014, laba sektor ini naik tipis, sekitar 2%.
Sektor agribisnis Astra juga mengalami kelesuan parah. Laba bersih turun tajam, dari Rp 1,09 triliun menjadi Rp 354 miliar. Volume penjualan dan menukiknya harga jual menjadi penyebab ringkihnya kinerja PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Penjualan minyak sawit mentah (CPO) AALI per Juni 2015 turun sebesar 18% menjadi 551.000 ton.
Di saat yang sama, harga jual rata-rata CPO hanya Rp 7.642 per kilogram (kg). Harga ini lebih murah sekitar 12% dari periode yang sama tahun lalu. Laba dari bisnis infrastruktur, logistik dan lainnya ASII juga mengempis hingga 60% menjadi Rp 68 miliar.
Penurunan sebagian besar akibat kerugian awal yang timbul dari pengoperasian seksi I ruas tol Kertosono-Mojokerto. Selanjutnya, segmen teknologi informasi konglomerasi bisnis yang didirikan William Soeryadjaya ini juga tidak mampu mempertahankan bisnisnya. Laba bersih sektor ini merosot 11% dari Rp 84 miliar menjadi Rp 75 miliar.
Hanya segmen bisnis alat berat dan pertambangan saja yang mampu mendongkrak cuan walau tipis, yakni sebesar 3%. Laba bersih dari bisnis tersebut meningkat sebesar 3% menjadi Rp 2 triliun. Kendati demikian, Prijono optimistis, pihaknya bisa bertahan di tengah ketidakpastian pemulihan ekonomi.
"Kami siap menangkap peluang saat momentum pemulihan terjadi dan tetap solid didukung neraca keuangan yang kuat," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News