kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   19.000   1,25%
  • USD/IDR 16.229   -29,00   -0,18%
  • IDX 7.167   4,07   0,06%
  • KOMPAS100 1.072   2,56   0,24%
  • LQ45 838   0,97   0,12%
  • ISSI 216   0,00   0,00%
  • IDX30 430   0,75   0,17%
  • IDXHIDIV20 518   0,40   0,08%
  • IDX80 122   0,42   0,35%
  • IDXV30 126   0,14   0,11%
  • IDXQ30 143   0,02   0,01%

Atur Ulang Strategi Investasi untuk Tahun 2025, Volatilitas Pasar Masih Menghantui


Selasa, 31 Desember 2024 / 13:14 WIB
Atur Ulang Strategi Investasi untuk Tahun 2025, Volatilitas Pasar Masih Menghantui
ILUSTRASI. South Korean air crash investigators examine airport embankment, bird strikes as possible factors SOUTHKOREA-CRASH/ (UPDATE 3, PIX, TV):UPDATE 3-South Korean air crash investigators examine airport embankment, bird strikes as possible factors * Authorities working to identify remaining victims from Sunday crash * Investigators examine bird strikes, control systems, and pilot actions * Experts criticise runway design, citing proximity of embankment (Adds comments from expert and transport ministry official in paragraphs 15, 16, 17) By Hyonhee Shin and Joyce Lee SEOUL, Dec 31 (Reuters) - Investigations into what caused the crash of a Jeju Air jet ramped up on Tuesday as police rushed to identify victims and as families of those killed in South Korea's deadliest domestic air accident pressed authorities for more information. The National Police Agency said it is making all-out efforts by adding personnel and rapid DNA analysers to hasten the identification of the five bodies still unidentified as of Tuesday. Family members gathered at the country's Muan International Airport, where the crash occurred, have pushed for faster identification and more information from authorities. All 175 passengers and four of the six crew were killed when a Jeju Air Boeing 737-800 belly-landed and skidded off the end of the runway, erupting in a fireball as it slammed into a wall. Two crew members were pulled out alive. South Korea's acting President Choi Sang-mok on Monday ordered an emergency safety inspection of the country's entire airline operation as investigators sought to find out what caused the deadliest air disaster on South Korean soil. The Transportation Ministry said a "Black Box" flight recorder recovered from the crash site was missing a key connector and authorities were reviewing how to extract its data. Inspections of all 101 B737-800s operated by South Korean airlines was scheduled to be completed by Jan. 3, while the airport would now remain closed until Jan. 7, the Transport Ministry added. Representatives from the U.S. National Transportation Safety Board (NTSB), Federal Aviation Administration, and aircraft manufacturer Boeing have joined the investigative body. The NTSB said in a statement it sent three investigators including people with specialties in operational factors and airworthiness to South Korea to assist the investigation. "If we need more specialists we will send them," board chair Jennifer Homendy said in an interview. QUESTIONS ABOUT EMBANKMENT Investigators are examining bird strikes, whether any of the aircraft's control systems were disabled, and the apparent rush by the pilots to attempt a landing soon after declaring an emergency as possible factors in the crash, fire and transportation officials have said. Officials have also faced pointed questions about design features at the airport, particularly a large dirt-and-concrete embankment near the end of the runway used to support navigation equipment. The plane slammed into the embankment at high speed and erupted into a fireball. Bodies and body parts were thrown into surrounding fields and most of the aircraft disintegrated in flames. "Unfortunately, that thing was the reason that everybody got killed because they literally hit a concrete structure," Captain Ross â??Rustyâ? Aimer, the CEO of Aero Consulting Experts, told Reuters. "It shouldn't have been there." Transport Ministry officials said most South Korean airports were built based on International Civil Aviation Organization rules that recommend a 240 metre (262 yard) runway end safety area, though a domestic law allows adjusting the location of some installations within a range that does not "significantly affect the performance of the facility". "But we'll look into whether there are any conflicts in our own regulations, and conduct an additional review of our airport safety standards," Kim Hong-rak, director general for airport and air navigation facilities policy, told a briefing. The U.S. Federal Aviation Authority uses different standards, Kim added. John Cox, CEO of Safety Operating Systems and former 737 pilot, said the runway design "absolutely (did) not" meet industry best practices, which preclude any hard structure like a berm within at least 300 metres (330 yards) of the runway's end. The airport's concrete berm appears to be less than half that distance from the end of the pavement, according to Reuters' analysis of satellite images. South Korean officials have said it is about 250 metres (273 yards) from the end of the runway itself, though a paved apron extends past that. Sejumlah analis dan perencana keuangan memberikan strategi investasi yang dapat digunakan untuk tahun 2025


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang pergantian tahun, gejolak yang terjadi di pasar saham masih cukup tinggi. Kondisi tersebut membuat para investor harus berhati-hati dalam mengatur portofolio investasi di tahun 2025.

Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di sepanjang tahun 2024 parkir di zona merah. Pada Senin (30/12), IHSG ditutup di level 7.079,90 hingga akhir perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) di tahun 2024, menguat 0,62% atau naik 43,33 poin.

Namun, IHSG terkoreksi 2,65% sepanjang tahun 2024.

Aliran dana asing tercatat keluar dari bursa sebesar Rp 28,72 triliun di pasar reguler sejak awal tahun 2024. Sebaliknya, terjadi net buy asing di seluruh pasar sebesar Rp 15,98 triliun sepanjang tahun 2024.

Sejumlah sektor pun tercatat berkinerja positif di sepanjang tahun 2024. Sektor energi melesat paling tinggi, dengan kinerja IDX Energi naik 28,01%.

Sektor kedua tertinggi kinerjanya adalah sektor properti & real estate yang naik 5,97%. Ketiga, ada sektor kesehatan yang naik 5,84% di sepanjang 2024.

Di sisi lain, sektor transportasi dan logistik berkinerja paling buruk,setelah anjlok 18,78% secara tahunan. Disusul, sektor teknologi yang turun 9,87% dan sektor industri yang melemah 5,32% sepanjang 2024.

Pengamat Pasar Modal & Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat melihat, pergerakan IHSG yang turun di sepanjang tahun 2024 sejalan dengan kurang performanya hampir seluruh emiten di BEI.

Baca Juga: Cek Pergerakan Top 10 Big Cap di Tahun 2024: BREN Melejit, Laju Saham Bank Melambat

Kenaikan indeks sektor energi, properti, dan kesehatan secara tahunan disebabkan oleh kinerja beberapa saham saja. 

Misalnya, dari sektor energi, kenaikannya salah satunya didorong kinerja saham PT Petrosea Tbk (PTRO) dan melantainya saham anak usaha PT Alamtri Resources Indonesia (ADRO), PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI). 

Dari sektor properti, ditopang kenaikan saham PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) yang sebesar 226,53% di tahun 2024. 

“Saham PANI kapitalisasi pasarnya besar, Rp 270,14 triliun. Jadi, kenaikannya secara signifikan memengaruhi kinerja indeks properti secara keseluruhan,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (24/12).

Sementara, kinerja sektor keuangan sejalan dengan kinerja emiten perbankan yang juga tengah terkoreksi di sepanjang tahun 2024. 

Tengok saja, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang amblas 28,73%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 19,07%, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 5,79% di sepanjang tahun 2024.

Dari big four perbankan, hanya saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang tercatat naik 2,93% di tahun 2024.

“Semua emiten dari seluruh sektor juga tengah turun, kecuali beberapa saham saja yang anomali sendiri. Jadi, tidak bisa disimpulkan kinerjanya bagus atau tidak dengan melihat sektornya secara keseluruhan,” tuturnya.

Turunnya kinerja sektor perbankan bukan karena kinerja masing-masing emiten bank lemah. Sebab, pendapatan laba bersih dan pendapatan BBNI, BBCA, dan BMRI tercatat masih naik per kuartal III 2024.

Hanya BBRI yang punya sentimen buruk dari kinerja fundamental lantaran meningkatnya non performing loan (NPL) dari kredit UMKM. Hal itu pun disertai masifnya aksi jual investor asing terhadap saham emiten itu.

Suku bunga Bank Indonesia (BI) yang tinggi di tahun 2024 membuat emiten perbankan sulit menaikkan kreditnya. Emiten properti dan otomotif juga tertekan lantaran suku bunga kredit kepemilikan rumah dan kendaraan ikut tinggi.

Sementara, emiten konsumer kinerjanya tertekan karena daya beli masyarakat masih lemah.

Baca Juga: Begini Rapor BEI Sepanjang Tahun 2024, IHSG Ditutup di Level 7.079,9

“Dari sektor konsumer, hanya emiten poultry saya yang kinerjanya bagus di tahun ini. Ini karena harga jagung untuk pakan ternak tengah turun, jadi ada penurunan biaya operasional,” paparnya.

Di tahun 2025, tantangan utamanya berasal dari kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) ke 12% di awal tahun 2025. Kebijakan itu berpotensi semakin menekan daya beli masyarakat yang sudah cukup tertekan.

Hanya sektor perbankan yang dinilai Teguh masih tahan banting di tahun 2025. Sebab, meskipun PPN naik ke 12%, masyarakat masih tetap melakukan transaksi jual beli untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sektor properti juga masih akan tertekan lantaran masih menunggu penurunan suku bunga BI. Sementara, saham emiten sektor poultry sudah naik signifikan, sehingga sudah terlambat bagi investor jika ingin mengoleksi sahamnya sekarang.

Di sisi lain, Premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia 5 tahun per 27 Desember 2024 tercatat tinggi di level 77,19 basis poin (bps). Teguh melihat, hal ini bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan.

“Meskipun, memang, ada beberapa emiten yang bakal terdampak negatif. Banyak emiten yang ekspansi bisnisnya memakai utang, termasuk emiten properti,” ungkapnya.

Dengan sejumlah kondisi di atas, ditambah dengan rencana The Fed yang mengurangi penurunan suku bunga menjadi hanya dua kali saja di tahun 2025, IHSG masih akan diselimuti sentimen negatif.

IHSG pun diproyeksikan bakal ada di level 7.500 di akhir tahun 2025 dengan sektor unggulan masih sektor perbankan.

“Bisa naik lebih tinggi lagi, tetapi harus ada sentimen yang signifikan, termasuk penurunan suku bunga bank sentral yang belum tentu kapan dan akan sampai ke level berapa di tahun depan,” paparnya.

Teguh pun merekomendasikan beli untuk BBRI, BMRI, BBNI, dan PT Astra Internasional Tbk (ASII) dengan target harga masing-masing Rp 5.500 - Rp 6.000 per saham, Rp 7.000 per saham, Rp 6.000 per saham, dan Rp 6.000 per saham.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×