Reporter: Nur Qolbi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Amerika Serikat (AS) melarang impor crude palm oil (CPO) dan produk turunan dari salah satu produsen CPO terbesar dunia, FGV Holding Bhd Malaysia, diprediksi tidak akan banyak berpengaruh pada emiten perkebunan.
Analis Philip Sekuritas Indonesia Michael Filbery pun menyebut, harga CPO global pun masih akan bergerak dinamis. Pasalnya, konsumsi CPO AS saat ini hanya 0,01% konsumsi CPO global. Indonesia, India, dan China masih menjadi negara dengan konsumsi produk minyak sawit terbesar dunia.
Hal tersebut pun terlihat pada harga CPO global yang masih dalam tren penguatan. Mengutip Bloomberg, Kamis (1/10), harga CPO kontrak pengiriman Desember 2020 di Malaysia Derivative ditutup menguat 2,76% ke RM 2.789 per ton.
Baca Juga: Pemerintah AS larang impor produk CPO dan turunan dari FGV Holdings
"Sehingga pemblokiran impor CPO oleh AS hanya berdampak pada FGV Holding Bhd Malaysia beserta anak usahanya seiring akan berkurangnya volume penjualan CPO dan produk turunannya pada pangsa pasar AS," tutur Michael saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (1/10).
Sementara itu, Analis Binaartha Sekuritas M. Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, blokir impor CPO dari salah satu produsen asal Malaysia oleh AS ini dapat menjadi peluang Indonesia untuk memperbesar pasar ekspor ke Negeri Paman Sam.
Terkait dengan saham-saham perkebunan, Michael memprediksi, prospek saham sektor ini masih cukup positif hingga akhir 2020. Ini didukung oleh harga CPO yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu akibat produksi dan stok CPO yang lebih rendah.
"Alhasil, kondisi ini dapat mengimbangi penurunan ekspor CPO Indonesia dan Malaysia ke beberapa negara tujuan," jelas dia.