Reporter: Dyah Ayu Kusumaningtyas | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Dengan populasi penduduk Indonesia yang besar, sebenarnya potensi perkembangan jenis produk baru reksadana di tanah air sangat besar.
Namun, Ketua Asosiasi Pengelola Reksadana Indonesia (APRDI) Abipriyadi Riyanto mengungkapkan, perkembangan lahirnya reksadana jenis baru masih terhambat beberapa kendala, salah satunya terkait perpajakan. "Banyak Instrumen yang aturan perpajakannya belum jelas , sehingga bisa saja returnnya bagus, namun pemungutan perpajakannya berkali-kali (double) menyebabkan return (imbal hasil) menjadi tidak menarik lagi bagi investor," ujarnya, kemarin (30/9).
Lanjut Abipriyadi, perkembangan produk reksadana belum didukung oleh kesigapan aturan pajak. Akibatnya, Indonesia miskin jenis produk reksadana karena perpajakannya tidak sinkron dengan perkembangan produk yang ada.
Misalnya, terkait EBA yang aturan perundang-undangannya sudah keluar di 1996, tapi produknya baru keluar 2010 atau awal-awal 2011 lalu. Ada juga produk reksadana real estate yang juga sudah ada atutran perundang-undangannya, atau yang di AS dikenal dengan Real Estate Investment Trust, tapi belum juga berkembang di Indonesia.
Abipriyadi bilang, seperti di negara lain, kita juga bisa membuat reksadana komoditi, baik reksadana emas atau apapun yang berbasis komoditas, atau reksadana komoditi futures dan untuk instrumen option. Namun saat ini seperti ada sesuatu yang menghambat berkreasi membuat produk lebih jauh.
"Contoh lain, bursa sudah luncurkan Kontrak Opsi Saham, namun minat nasabah kesana belum besar karena saham-saham yang diopsikan kurang menarik. "Kalo saham tidak berfluktuasi maka akan percuma kalo diopsikan," imbuhnya.
Untuk setiap pengembangan produk baru, sosialisasi intensif juga perlu dilakukan, mengingat profil investor Indonesia adalah nasabah yang cenderung mencari keamanan dan kenyamanan dalam pengelolaan asetnya. "Oleh karena itu APRDI terus berupaya memperluas investor base (landasan investor) terhadap pandangan mereka tentang suatu jenis produk reksadana," lanjut Abipriyadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News