Reporter: Wahyu Satriani Ari Wulan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Para anggota bursa menilai investor protection fund (IPF) akan memberatkan. Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) khawatir badan yang digagas Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) itu akan memunculkan biaya tambahan.
IPF yang akan bertindak mirip Lembaga Penjamin Simpanan ini tentu membutuhkan biaya operasional. "IPF akan menagih biaya dari kami. Tapi kami belum tahu nilainya," ujar Ketua APEI Lily Widjaja, akhir pekan kemarin.
Selama ini, anggota bursa dikenai biaya penyelenggaraan bursa (fee levy) sebesar 0,04%. Pelaku pasar mengaku, jika biaya mereka ditambah premi untuk IPF, maka margin mereka bakal tergerus.
Maka itu, APEI mengusulkan agar sebagian dari fee levy dialihkan sebagai setoran IPF. "Jadi, satu pintu saja sehingga tidak ada lagi biaya tambahan," ujar Lily.
Berapa persentase pembagiannya, Lily bilang APEI masih mengkaji besarnya. Pada prinsipnya, APEI tak mau pembentukan IPF malah membebani sekuritas. "Ini juga agar industri lebih kompetitif," ujarnya.
Jimmy Nyo, Presiden Direktur BNI Securities, menambahkan, fee levy selama ini sudah cukup memberatkan. Ia menghitung, total fee levy yang harus dibayar anggota bursa bisa mencapai 20% dari total fee yang dikantongi sekuritas dari nasabah.
Maka itu, alih-alih menanggung beban fee baru, anggota bursa ingin agar fee levy turun. "Sebanyak 80% broker di Indonesia meminta fee levy turun," kata Jimmy. Ia mendukung usulan APEI agar fee IPF diambilkan dari fee levy saja.
Friderica W. Dewi, Direktur Pengembangan BEI, menuturkan, otoritas bursa masih menyiapkan proposal yang kelak akan dibahas tim perumus IPF. Tim perumus terdiri atas Bapepam-LK, BEI, dan konsultan hukum independen Robert G. Richardson.
Pembentukan IPF bertujuan untuk meningkatkan rasa aman para investor di bursa saham. Jika rasa aman makin tinggi, tentu minat untuk berinvestasi di bursa saham ikut meningkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News