Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
Sementara itu, Head of Equities Investment Berdikari Manajemen Investasi Agung Ramadoni menerangkan bahwa mayoritas sektor berkinerja negatif tak lepas dari risiko ketidakpastian yang sedang tinggi di pasar saham. Pelaku pasar masih mengukur sejauh mana dampak sentimen risiko makro ekonomi, geopoitik dan arah kebijakan suku bunga acuan.
Kondisi ini membuat pelaku pasar, terutama investor asing menahan diri, bahkan pergi untuk sementara waktu. "Semua sektor yang memiliki beta tinggi dan market caps tidak terlalu besar turun lebih dalam karena cenderung dihindari saat tingkat ketidakpastian di pasar meningkat. Apalagi diikuti dengan tingkat volatilitas yang tinggi," terang Agung.
Menimbang kondisi pasar saat ini, Agung menaksir belum akan ada rotasi sektor yang masif hingga tingkat ketidakpastian di pasar mulai memudar. Di tengah penguatan dolar Amerika Serikat (AS), sektor yang paling diuntungkan adalah yang memiliki pendapatan dalam dolar AS seperti emiten berbasis komoditas.
Baca Juga: IHSG Melemah 3,48% dalam Sepekan, Simak Proyeksi Pekan Depan dan Rekomendasi Sahamnya
Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy menambahkan, dalam kondisi suku bunga acuan yang tinggi, sektor teknologi dan sektor properti masih akan tertekan. Kedua emiten di sektor tersebut cenderung mengalami perlambatan eksplorasi bisnis. Khususnya di sektor teknologi yang tampak belum kembali menarik di mata investor.
Di sisi lain, faktor geopolitik bisa menjadi hambatan bagi emiten transportasi dan logistik, terutama angkutan laut. Kemudian, sektor yang dikenal defensif seperti sektor barang konsumsi masih menemui hambatan. Secara umum, ada faktor daya beli. Kemudian bagi sejumlah emiten ada tantangan dari aksi boikot yang masih bergulir.
"Tapi kemungkinan faktor ini tidak akan bertahan lama. Consumer spending dari masyarakat pada kuartal I masih menunjukkan performa positif, dan kemungkinan akan terus tumbuh selama tahun ini," kata Abdul Haq.
Dia menambahkan, di tengah turbulensi IHSG saat ini investor akan cenderung bersifat konservatif, sehingga kecil kemungkinan akan terjadi rotasi sektor di bulan Juni. "Investor masih menelaah lebih jauh terkait arah pasar saham Indonesia yang masih melemah," ungkapnya.
Baca Juga: Emiten Prajogo Pangestu (BREN & TPIA) Masuk Indeks Global, Simak Rekomendasi Sahamnya
Audi turut memprediksi, pada bulan Juni ini belum ada pergeseran sektoral yang signifikan. Menurut dia, rotasi sektor baru lebih tergambar memasuki semester II menjelang musim rilis kinerja dan rebalancing sejumlah indeks saham.
Sebagai strategi investasi, Audi menyarankan untuk memilah saham defensif seperti di sektor kesehatan dan barang konsumsi primer. Pilihan Audi adalah buy PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dan PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) dengan target harga masing-masing di Rp 3.160 dan Rp 2.870.
Rekomendasi Audi berikutnya, hold saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dengan target harga di Rp 1.645. Agung punya pilihan dari sektor yang sama, dengan rekomendasi MYOR, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA) dan PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA). Lalu, Agung juga melirik saham PT Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK).
Baca Juga: IHSG Ambruk ke 7.140 Hari Ini (29/5), Empat Saham Bank Paling Banyak Net Sell Asing
Abdul Haq menjagokan sektor energi dengan menyematkan rekomendasi buy untuk PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) dengan target harga Rp 1.400 - Rp 1.480 dan PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR) target harga Rp 4.130 - Rp 4.350. Kemudian buy on weakness pada PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) untuk target harga Rp 1.385 - Rp 1.480.
Sedangkan Ratih menyodorkan trading plan dengan rekomendasi buy saham PT United Tractors Tbk (UNTR) PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) dan PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL). Target harga masing-masing berada di resistance Rp 24.000, Rp 1.450 dan Rp 1.370 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News