Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan anti karbon atau Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) akan diterapkan di Eropa mulai tahun 2025. Hal itu akan berdampak pada kinerja ekspor emiten baja.
Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer melihat, peraturan CBAM ini akan berdampak langsung kepada harga baja negara eksportir yang sebagian besar pembuatannya menggunakan teknologi berbasis batubara, termasuk Indonesia. Sebagian besar produk besi dan baja nasional yang diekspor ke Uni Eropa (UE) juga menggunakan teknologi berbasis batubara yang menghasilkan emisi karbon.
"Sehingga hal itu akan terdampak oleh kebijakan CBAM yang akan diterapkan oleh EU," kata Miftahul kepada Kontan.co.id, Minggu (7/7).
Menurut Miftahul untuk mengurangi dampaknya, industri besi dan baja nasional perlu menerapkan proses produksi dan adopsi teknologi beremisi karbon rendah, menuju produksi tanpa emisi karbon. Tetapi untuk menjalankan program tersebut dibutuhkan capex yang cukup tinggi serta dukungan atau kebijakan dari pemerintah.
Baca Juga: Eramet Melirik Perusahaan China Usai Gagal Garap Proyek Baterai Bareng BASF
Di sisi lain Miftahul melihat secara umum penurunan harga baja dunia pada semester I tahun 2024 membawa sentimen positif pada emiten besi dan baja tanah air. Hal ini karena kekuatan daya beli baja Indonesia memang masih di bawah negara maju.
"Sedangkan pada sisi ekspor emiten baja domestik kami kira masih terkendala oleh tingkat persaingan yang cukup tinggi khususnya produsen dari negara china yang menawarkan alternatif produk yang lebih kompetitif," ujarnya
Selain itu, segmentasi penjualan besi dan baja tanah air masih dikontribuskasikan oleh segmen konstruksi dan infrastruktur. Miftahul mencatat pada tahun ini tingkat pembangunan infrastruktur di Indonesia di perkirakan akan bertumbuh di atas 5%.
"Hal ini menjadi sentimen positif yang bisa mendorong kinerja emiten di segmen ini ke depannya," ucapnya.
Baca Juga: Pabrik Belum Operasi Lagi, Krakatau Steel (KRAS) Tak Khawatir Kebijakan Anti Karbon
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta juga mengatakan implementasi kebijakan CBAM di Eropa tahun 2025 membuat para emiten baja harus melakukan penyesuaian. Hal itu supaya produk yang diekspor bisa diterima dengan baik dari sisi regulasinya.
"Jadi menurut saya emiten-emiten baja ini harus mempersiapkan diri untuk kebijakan tersebut, karena itu juga masih tahun depan ya jadi masih ada waktu untuk bersiap" jelasnya.
Selain itu, Nafan juga melihat Harga baja masih dipengaruhi oleh supply chain disruption dan kondisi geopolitik. Hal itu menjadi sentimen dan tantangan untuk ekspor baja dari Indonesia.
Baca Juga: Gunung Raja Paksi (GGRP) Sebut Kebijakan Anti Karbon Akan Berpengaruh Terhadap Ekspor
"Dari sisi saham, untuk emiten baja ini masih kurang likuid juga. Secara teknikal saham baja ini hanya untuk trading jangka pendek tidak untuk investasi jangka panjang," ungkapnya.
Dengan begitu Nafan masih belum merekomendasikan untuk saham-saham emiten baja. Begitu juga dengan Miftahul saat ini memberikan rating konservatif untuk sektor ini dengan rekomendasi wait and see terlebih dahulu.
Sementara Head of Investment Nawasena Abhipraya Investama Kiswoyo secara teknikal melihat saham-saham emiten baja masih kurang likuid untuk saat ini. Maka ia merekomendasikan untuk buy on weakness pada PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) dengan target Harga Rp 290-Rp 330 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News