Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga besi dan baja saat ini masih turun. Melansir Trading Economics, Kamis (7/3), harga baja turun 6,38% secara bulanan CNY 3.652 per ton dan baja HRC turun 5,44% secara bulanan ke US$ 800 per ton.
Di sisi lain, harga besi juga turun 8,20% secara bulanan ke US$ 117,5 per ton.
Sekretaris Perusahaan PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP), Johannes W. Edward melihat, secara umum, harga baja yang rendah akan berdampak positif untuk Indonesia. Hal ini karena kekuatan daya beli baja Indonesia memang masih di bawah negara maju.
Menurut Johannes, untuk sementara ini, penurunan harga baja akan membuat konsumen menunda pembelian dengan harapan harga yang terus turun. Tetapi, di saat tenggat waktu proyek mendekat, penjual yang siap dengan stok baja besi akan diuntungkan.
Baca Juga: Steel Pipe (ISSP) Yakin Masih Bisa Dongkrak Kinerja di Tengah Penurunan Harga Baja
“Untuk ekspor, kami masih terkendala persaingan yang ketat dari China dan India,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (7/3).
ISSP menargetkan pendapatan bisa tumbuh 10% di tahun 2024. Perseroan menargetkan volume penjualan ekspor di tahun ini mencapai 30.000 ton atau setara porsi 8%-10% terhadap total penjualan perusahaan.
Secara historis, porsi penjualan baja ISSP ke sektor konstruksi, infrastruktur, dan utilitas berada di level 60%.
Johannes memaparkan, petinggi negara juga masih menargetkan pertumbuhan pembangunan infrastruktur di atas 5% pada tahun 2024. Sehingga, dengan alokasi APBN yang telah disepakati dan mencerminkan kenaikan anggaran untuk infrastruktur, ISSP meyakini peluang konsumsi baja domestik masih bagus di tahun ini.
“Untuk proyek pembangunan IKN, kami juga telah menyuplai baja untuk kebutuhan pipa, baik untuk pembangunan gedung-gedung maupun infrastrukturnya,” paparnya.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer melihat, hingga kuartal III 2023, mayoritas saham emiten besi dan baja belum mampu mencetak kinerja mengesankan. Salah satu sentimennya adalah pergerakan harga komoditas baja global yang cenderung stagnan di pertengahan tahun 2023.
”Selain itu, nilai impor bahan baku besi dan baja Indonesia juga terlihat menyusut 11,09% secara tahunan di akhir tahun kemarin menjadi hanya US$ 161,16 Miliar,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (7/3).
Meskipun begitu, Khaer menilai, di awal tahun 2023, emiten besi dan baja memiliki potensi potensi pertumbuhan kinerja. Salah satu faktor pendorongnya datang dari permintaan produk besi dan baja berpeluang naik 5%-6% atau di sekitar 17,3 juta ton di tahun 2024.
Selain itu, kinerja emiten emiten besi dan baja juga akan terdorong oleh bergulirnya proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang akan membutuhkan baja setidaknya sekitar sebesar 9,2 juta metrik ton pada tahap I dan II.
Baca Juga: Penjualan dan Laba Gunung Raja Paksi (GGRP) Kompak Menurun pada 2023
Permintaan baja dan besi yang berasal dari pembangunan infrastruktur lain, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, hingga sektor energi diprediksi juga akan meningkat.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah mengenai Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 10,5% - 12,5% terhadap baja impor akan turut menguntungkan produsen baja dalam negeri.
“Meskipun begitu, para investor disarankan untuk teru mengamati keberlanjutan pembangunan IKN di tahun politik ini,” paparnya.
Oleh karena itu, Khaer merekomendasikan wait and see untuk sektor besi dan baja di awal tahun 2024, sembari melihat dinamika politik dan kebijakan pemerintahan yang baru, khususnya soal pembangunan IKN.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo melihat, pergerakan saham ISSP berada pada level support Rp 270 per saham dan resistance Rp 314 per saham.
Sementara, pergerakan saham PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) berada di level support Rp 130 per saham dan Rp 153 per saham.
William Wibowo pun merekomendasikan speculative buy untuk ISSP dengan target harga Rp 314 per saham dan wait and see untuk KRAS dengan target harga Rp 153 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News