Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menambah frekuensi lelang penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) seiring dengan membengkaknya dana kebutuhan untuk menangani virus corona. Terbaru, dalam pekan ini, pemerintah telah melaksana kan lelang SBN sebanyak dua kali.
Tercatat, pada lelang Selasa (28/4) pemerintah memenangkan Rp 16,62 triliun dari total penawaran masuk Rp 44,40 triliun. Sementara pada lelang tambahan Rabu (29/4), pemerintah memenangkan Rp 11,38 triliun dari penawaran masuk Rp 13,99 triliun. Dengan demikian, pemerintah meraup total dana Rp 28 triliun melalui lelang pekan ini.
Baca Juga: Pemerintah serap Rp 28 triliun dari dua kali lelang SUN di pekan ini
Dengan semakin banyaknya SBN yang diterbitkan, maka suplai surat utang di pasaran pun menjadi lebih banyak. Para analis menyebut, dalam jangka pendek hal tersebut berdampak pada bergerak naiknya yield seiring demand di pasar saat ini relatif rendah.
Kendati demikian, Fixed Income Portfolio Manager Sucorinvest Asset Management Adi Saputra menilai secara jangka panjang kenaikan yield justru tidak akan signifikan. Pasalnya, ia melihat pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) dan perbankan akan siap menyerap additional issuance pada sisa tahun ini.
“Kemarin kan begitu ada penurunan Giro Wajib Minimum (GWM), likuiditas di perbankan jadi bertambah dan langsung digunakan untuk menyerap SBN. Hanya saja mekanismenya lewat private placement, bukan lelang,” kata Adi kepada Kontan.co.id, Rabu (29/4).
Asal tahu saja, pada 27 April 2020, Kementerian Keuangan telah melakukan transaksi private placement total senilai Rp 109,11 triliun. Dengan rincian transaksi private placement sebesar Rp 46,49 triliun di SBSN dan sebesar Rp 62,62 triliun di SUN.
Baca Juga: Totalnya Rp 503,8 triliun, ini dia quantitative easing yang dilakukan Bank Indonesia
Ditambah lagi, Adi melihat sejauh ini pemerintah cukup selektif dalam memenangkan dan menyerap jumlah penawaran yang masuk pada setiap lelang. Oleh sebab itu, Adi menyebut, pemerintah tengah menunjukkan pesan bahwa meski pemerintah membutuhkan dana, pemerintah tetap memiliki hitung-hitungan dan tidak asal serap.
“Ke depannya saya melihat secara jangka panjang yield akan segera kembali normal. Hal ini dikarenakan demand pasar akan masih cukup stabil dan pemerintah juga tidak sembarangan menyerap,” tambah Adi.
Head of Economics Research Pefindo Fikri C Permana juga memiliki pandangan yang serupa. Kenaikan yield belakangan ini merupakan efek sesaat dari jumlah supply surat utang yang meningkat. Namun, di saat yang sama Fikri menyebut yield global yang cenderung menurun akan membuat pergerakan yield SUN akan cenderung stabil ke depannya.
Baca Juga: Pemerintah akan melelang lima seri SBSN dengan target Rp 8 triliun pada 5 Mei
“Selama jumlah supply-demand bergerak dengan elastisitas yang hampir sama, yield shock hanya akan terjadi dalam jangka pendek. Bahkan saya cenderung melihat hal tersebut sudah terlewati,” terang Fikri.
Oleh karena itu, Fikri menilai dengan kecenderungan likuiditas domestik dan global yang longgar, sementara peak kenaikan yield sudah lewat, ia optimistis yield SUN perlahan malah akan cenderung makin menurun.
Sedangkan Adi juga optimistis yield untuk acuan 10 tahun akan berangsur turun dan pada akhir tahun nanti bisa berada di area 7,25%.
Baca Juga: Masih lebih tinggi dari US Treasury, Gubernur BI: Yield SBN masih menarik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News