kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Analis masih pesimistis terhadap rupiah


Rabu, 07 Oktober 2015 / 20:56 WIB
Analis masih pesimistis terhadap rupiah


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Sentimen domestik dan luar negeri mengangkat rupiah. Namun, penguatan mata uang Garuda bersifat sementara. Sebab, sisi fundamental rupiah belum banyak berubah.

Di pasar spot pada Rabu (7/10), rupiah menguat 2,95% ketimbang hari sebelumnya ke level Rp 13.821 per dollar Amerika Serikat (AS).

Trian Fathria, Research and Analyst Divisi Treasury PT Bank Negara Indonesia Tbk menjelaskan, penguatan rupiah dipicu oleh rilis data perekonomian Negeri Paman Sam yang kusam dalam kurun dua pekan terakhir. Semisal data ISM Non-Manufacturing PMI per September 2015 yang tercatat 56,9, lebih rendah ketimbang posisi bulan sebelumnya di level 59.

Hal ini mengindikasikan spekulasi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS alias The Fed di sisa tahun 2015 semakin terkikis. Bahkan Goldman Sachs Group Inc menyatakan ada peluang The Fed bakal menunda rencana kenaikan suku bunga hingga tahun depan.

“Ini yang menyebabkan pelemahan dollar AS terhadap rata-rata mata uang di Asia, termasuk rupiah,” tuturnya.

Menurut Trian, aksi profit taking juga menjadi salah satu faktor penguatan rupiah. Pelaku pasar mencuri kesempatan dengan melepas kepemilikan dollar AS yang sudah membumbung tinggi.

Dari sisi dalam negeri, lanjut Trian, peluncuran paket kebijakan ekonomi pemerintahan Joko Widodo jilid I, II dan III juga berpotensi menambah sentimen positif bagi mata uang Garuda.

Apalagi cadangan devisa Indonesia per September 2015 tercatat US$ 101,7 miliar, turun ketimbang posisi bulan sebelumnya di US$ 105,3 miliar. Memang data tersebut bisa menekan rupiah. Namun, Trian menilai, penurunan cadangan devisa juga menjadi gambaran bahwa Bank Indonesia (BI) berusaha menjaga stabilitas serta mengintervensi pelemahan rupiah.

Namun, Trian berpendapat, penguatan rupiah masih didasari sentimen baik dari dalam maupun luar negeri. “Dari sisi fundamental belum berubah signifikan. Sekarang sentimen yang lebih dominan terhadap pergerakan rupiah ketimbang perbaikan fundamental,” paparnya.

Oleh karena itu, Trian memprediksi, hingga akhir pekan, rupiah bakal bergerak di kisaran Rp 13.500 - Rp 13.600.

Namun, penguatan rupiah masih rawan koreksi. Sebab, The Fed akan menggelar FOMC Meeting pada 26 Oktober 2015 guna menentukan suku bunga acuan mereka. Biasanya ada gejolak yang timbul jelang rapat tersebut.

“Kalau The Fed tunda, rupiah bisa menguat. Namun penundaan tersebut sebenarnya cukup mengganggu. Sebaliknya, jika The Fed mengerek suku bunga acuan, ada potensi dana asing keluar dari Indonesia sehingga rupiah melemah,” jelasnya.

Pelaku pasar juga masih mencermati rilis Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia per kuartal III 2015. Rencananya, data tersebut bakal meluncur awal November mendatang.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×