Reporter: Grace Olivia | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kelesuan sektor properti sepanjang tahun lalu turut menekan kinerja PT Intiland Development Tbk (DILD). Tahun 2017, DILD mencatat penurunan pendapatan 3,2% dari Rp 2,28 triliun menjadi Rp 2,20 triliun. Laba bersih pun ikut merosot tipis 0,5% menjadi Rp 297,49 miliar.
Untungnya, DILD berhasil mencetak rekor penjualan pemasaran atawa marketing sales tertinggi tahun lalu yang mencapai Rp 3,36 triliun. Angka ini naik 106% dari marketing sales di tahun sebelumnya sebesar Rp 1,63 triliun.
William Siregar, analis Paramitra Alfa Sekuritas, menilai, prospek sektor properti secara umum di tahun ini bisa dibilang masih "abu-abu". Menurutnya, kondisi suku bunga acuan yang masih berada pada level terendah saat ini seharusnya bisa mendorong performa sektor properti sejak awal tahun. Sayang, harapan tersebut tampaknya belum bersambut.
Di sisi lain, William bisa melihat secercah potensi pasar properti yang lebih bergairah tahun ini. Berdasarkan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia Februari lalu, masyarakat yang menyatakan mungkin membeli atau membangun dan merenovasi rumah selama dua belas bulan kedepan jumlahnya meningkat dari 6,9% menjadi 7,8%.
Sementara, sebanyak 21% masyarakat responden masih menjadikan properti sebagai preferensi untuk menempatkan dana berlebihnya.
"Artinya, semakin banyak masyarakat yang melihat properti sebagai instrumen investasi, ketimbang untuk hunian pertama," ujar William, Selasa(10/4).
Kecenderungan masyarakat menjadikan properti sebagai instrumen investasi, dinilai William, sejalan dengan produk DILD sebagai pengembang properti untuk kalangan menengah ke atas. Ini menjadi peluang bagi DILD untuk membukukan lebih banyak penjualan di kawasan-kawasan yang dinilai strategis oleh investor.
Namun, perlu disadari juga bahwa sejauh ini investor masih bersikap wait and see terhadap sektor properti. Menurut William, investor properti cenderung mempertimbangkan beberapa sentimen signifikan yang ada di tahun ini. Di antaranya, kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserves dan kondisi politik dalam negeri yang mulai memasuki masa pemilihan umum.
Sementara, analis Sucor Sekuritas Elbert Setiadharma, cukup optimistis memandang prospek kinerja DILD lantaran jajaran proyek baru dan perkembangan proyek yang dimiliki perusahaan.
Elbert melihat, pembangunan tahap kedua South Quarter Jakarta dan proyek hunian Darmo Harapan Surabaya akan berkontribusi signifikan terhadap marketing sales DILD tahun ini.
"Darmo Harapan merupakan proyek percobaan pertama perusahaan di segmen menengah ke bawah, sedangkan South Quarter lokasinya berseberangan dengan proyek MRT. Akan sangat menarik bagi end-users maupun investor properti apartemen," tulis Elbert dalam risetnya, (2/4)
Elbert memproyeksi, DILD dapat meraih pertumbuhan pendapatan menjadi Rp 2,71 triliun di akhir tahun ini. Sementara, laba bersih diprediksi turut bertambah menjadi Rp 324 miliar.
Untuk itu, ia masih memberi rekomendasi beli saham DILD. Namun, Elbert menurunkan target harganya dari sebelumnya Rp 513 menjadi Rp 464 per saham lantaran laporan kinerja tahun ini yang tidak memenuhi ekspektasi.
Sementara, William berpendapat harga saham DILD saat ini tergolong sangat mahal. Terlihat dari cerminan rasio PE nya yang mencapai 11,8 kali. Untuk itu William masih bersikap netral terhadap saham DILD. Ia mematok target harga DILD sebesar Rp 490 per saham.
Hari ini, harga saham DILD ditutup stagnan di level Rp 322 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News