kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Analis: Harga minyak sulit sentuh US$ 58 - US$ 60


Kamis, 09 Juli 2015 / 19:35 WIB
Analis: Harga minyak sulit sentuh US$ 58 - US$ 60


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Harga minyak berhasil rebound. Tetapi, analis menilai, harga minyak sulit bangkit hingga level US$ 58 - US$ 60. Sebab, ancaman pasokan minyak global yang membludak masih mengintai harga minyak.

Mengutip Bloomberg, Kamis (9/7) pukul 14.06 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman bulan Agustus 2015 di perdagangan elektronik bursa New York Merchantile Exchange naik 2,52% ke level US$ 52,69 per barel. Harga minyak sempat terjun 13% dalam lima hari pada Rabu (8/7), penurunan terbesar sejak Agustus 2011. Sepekan, harga ambruk 7,44%.

Nizar Hilmy, Analis PT SoeGee Futures mejelaskan, Amerika Serikat (AS) menambah jumlah rig pengeboran aktif sebanyak 12 unit menjadi 640 unit. Alhasil, menurut Energy Information Administration (EIA), persediaan minyak AS akhir pekan lalu melonjak hingga 465,8 juta barel.

Ancaman melubernya stok minyak juga datang dari Iran. Di Vienna, negosiasi nuklir antara Iran dan negara-negara Barat mencapai kesepakatan. Menurut Deputi Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, sanksi ekspor minyak Iran akan diangkat pada hari pertama kesepakatan tersebut berlangsung.

“Mereka berencana menambah ekspor minyak sekitar 50%. Berarti mereka butuh memproduksi minyak tambahan sekitar 500.000 barel per hari,” jelas Nizar.

Selain itu, lanjut Nizar, ancaman kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika (The Fed) juga masih mengintai pergerakan harga minyak. Jika The Fed mengerek suku bunga pada September dan Desember 2015 mendatang, harga minyak akan terus tergerus.

Nizar menilai, hingga akhir tahun 2015, harga minyak sulit menyentuh level US$ 58 – US% 60. Sebab, harga minyak juga belum terbantu dari sisi permintaan akibat melempemnya perekonomian dunia.

Beberapa saat lalu, Dana Moneter Internasional alias IMF merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi China tahun ini dari semula 7% menjadi 6,8%. Begitu pula dengan organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang memperbaiki proyeksi pertumbuhan ekonomi AS dari posisi 3,1% menjadi 2%.

Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures menambahkan, kasus krisis Yunani yang belum mencapai titik terang juga turut menahan laju harga minyak. Para kreditur memberikan kesempatan bagi Negeri Para Dewa untuk mengajukan proposal baru hingga Minggu (12/7).

Alhasil, melemahnya mata uang Euro berimbas pada penguatan dollar AS. Minyak yang diperdagangkan dalam dollar AS kian mahal sehingga berpeluang menyusutkan permintaan.

Selain itu, lanjut Deddy, Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang menggenggam 40% minyak dunia belum membatasi produksi harian mereka. Mereka terus memompa minyak hingga mencapai 32,1 juta barel per hari di bulan Juni. Berarti, ada peningkatan produksi minyak sebesar 744.000 barel per hari ketimbang bulan sebelumnya. Pasokan minyak yang membludak berpeluang menekan harga minyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×