Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kemarin (10/7), pemerintah melakukan pricing Global Bond RI1023 dengan total nilai US$ 1 miliar. Hasilnya, global bond ini kemasukan permintaan dari investor sebesar US$ 1,9 miliar. Dengan kata lain, Global Bond RI1023 mengalami klebihan permintaan (oversubscribed) hampir dua kali.
Padahal, pasar modal lokal sedang didera dua isu panas seperti kenaikan harga BBM dan BI Rate. Tidak hanya itu, sentimen negatif juga datang dari faktor eksternal seperti rencana pembatasan simulus The Fed hingga konflik di Mesir. Hal-hal tersebut tentunya bisa mempengaruhi minat investor asing untuk bermain di pasar modal, khususnya pasar obligasi.
Namun, pengamat pasar modal Yanuar Rizky menilai, oversubscribed itu terjadi karena tren pelemahan rupiah (IDR) terhadap dollar Amerika Serikat (USD). "Trennya, kan, USD lagi menguat, jadi nilai imbal hasilnya juga naik," imbuhnya, Kamis (11/7).
Catatan saja, Global bond RI1023 ini diterbitkan dengan tenor 10 tahun dan akan jatuh tempo 17 Oktober 2023. Yield yang ditetapkan 5,45% dengan kupon 5,37% dan harga 99,39%.
Nah, namanya oligasi, apalagi jika melihat tenor global bond tersebut maka investasi di instrumen ini pasti untuk jangka panjang. Tapi, jika oversubscribed itu terjadi karena penguatan USD, bukan berarti investor memandang tren pelemahan rupiah akan terjadi untuk jangka panjang, minimal 10 tahun (sesuai dengan tenor Global bond RI1023).
"Investor asing butuh underying untuk eksekusi USD, jadi mereka bisa memperjual belikan obligasi ini di secondary market. Ya, mereka goreng-goreng lah, menggerakkan kurs yang mereka mau di jangka pendek," jelas Yanuar.
Reza Priyambada, Kepala Riset Trust securities memiliki pandangan serupa. Menurutnya, penguatan USD menjadi pemicu atas oversubscribed Global Bond RI1023.
Tapi, Reza menggarisbawahi, penguatan USD sebenarnya bukan satu-satunya faktor yang memiliki pengaruh paling signifikan. Soalnya, jika mengacu pada hal tersebut, oversubscribed ini terjadi hanya karena dampak logis dari penguatan USD.
Yang terpenting adalah, lanjut Reza, oversubscribed ini menandakan asing masih percaya dengan ekonomi Indonesia. "Ekonomi kita memang berpotensi melambat, tapi ekonomi Indonesia masih punya daya dukung fundamental yang kuat di mata investor," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News