Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Kinerja Surat Utang Negara (SUN) atau obligasi pemerintah selama semester I 2013, turun alias minus 9%. Portofolio berbasis indeks SUN pada Januari berada pada level 195,5, sementara di akhir Juni ada di angka 177,6.
Faktor utama penurunan indeks SUN adalah, karena kenaikan yield SUN secara keseluruhan. Pada Januari 2013, kisaran yield obligasi bertenor pendek ada di angka 4,5%, di akhir Juni mendekati kisaran 6,5%.
Tenor menengah dari 4,5%-5%, menjadi 6,5%-7%, dan tenor panjang dari 5%-6,3% menjadi 7%-8%. Direktur Operasional Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Wahyu Trenggono bilang, faktor internal mendorong kenaikan yield, terutama karena adanya ekspektasi kenaikan inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Kondisi itu diperburuk faktor eksternal, yaitu rencana The Fed untuk membatasi quantitative easing (QE). Hal itulah yang membuat lelang SUN di Direktorat Jenderal Pengelola Utang (DJPU) Kementerian Keuangan mengalami penurunan biding yang cukup signifikan, dibanding triwulan pertama, yang cenderung oversubscribe jika dibandingkan target indikatif pemerintah.
"Di akhir Juni, lelang yang terjadi bidding-nya tidak jauh dari angka indikatif pemerintah dan cenderung meminta yield yang tinggi. Hal ini menyebabkan pemerintah hanya memenangkan obligasi bertenor pendek dan SPN saja," kata Wahyu kepada KONTAN pada Kamis (11/7).
Analis Milenium Danatama Asset Managemen Desmon Silitonga bilang, lelang SUN Juni lalu terbilang masih oversubscribe. Namun pemerintah, tidak dapat menyerap lantaran yield yang diminta terlalu tinggi, melebihi batas yield yang ditoleransi pemerintah.
Menurut Wahyu, kondisi pasar obligasi pada Februari sampai dengan Maret, merupakan kondisi terbaik di semester 1 tahun 2013. Hal ini dapat dilihat dari angka indeks IBPA IGBX clean price index dan IGBX Total Return Index, yang menunjukkan growth yang positif.
Desmon menyebutkan, dari Januari sampai April, lelang SUN di pasar primer cenderung stabil, dibuktikan dengan permintaan yang selalu oversubscribe dengan besaran yield yang cukup terkendali. Namun hal ini tidak terjadi lagi sejak pertengahan Mei lalu sampai saat ini.
"Tapi setelah pertengahan Mei, mulai ada tren kenaikan yield dan terus terjadi sampai sekarang. Tekanan yield terjadi sehingga kinerja SUN di pasar primer dan sekunder tertekan. Meski setelah Mei permintaan obligasi tetap oversubscribe, tapi yield meningkat cukup signifikan," kata Desmon.
Pengaruh besaran yield ini diantaranya dipicu oleh peningkatan inflasi, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate), penstabilan nilai tukar rupiah dan juga pengendalian inflasi. Menurut Desmon, tekanan yield terkait inflasi yang cukup besar akibat dampak kenaikan BBM.
Penurunan harga SUN juga dibarengi keluarnya dana asing dari pasar obligasi. Desmon merinci, puncak tertinggi dana asing terjadi pada akhir Mei lalu, namun sepanjang Juni kemarin, dana asing yang keluar lebih kurang Rp 18 triliun. Saat ini, kata Desmon posisi outstanding asing di pasar obligasi sekitar Rp 282 triliun-Rp 284 triliun.
Namun kata Wahyu, dana asing yang keluar tidak banyak. Berdasarkan data DJPU, ada penurunan kepemilikan SUN oleh asing bulan Juni, hanya sebesar 2% saja, dari angka 34% ke 32%. Wahyu menilai, di triwulan pertama SUN memberikan return di atas 3%, tetapi tergerus oleh berbagai faktor di atas, hingga mencatat -9% di akhir Juni 2013.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News