kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Amankan portofolio dengan beli berbagai kelas aset


Rabu, 22 Juli 2020 / 23:49 WIB
Amankan portofolio dengan beli berbagai kelas aset
ILUSTRASI. Chief Investment Officer Eastspring Investments Indonesia Ari Pitojo saat Global and Market Outlook 2018 di Jakarta, Rabu (7/2).


Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Banyak orang berasumsi pandemik Covid-19 akan berakhir di musim panas. Tapi kenyataannya ada masih banyak korban berjatuhan di seluruh dunia. Padahal program-program stimulus yang dirancang pemerintah di berbagai dunia pun akan berakhir dalam beberapa minggu ini.

Lalu apa yang terjadi dengan perekonomian dunia kalau pandemik ini belum juga mereda sesuai asumsi? Apakah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang buruk itu sisa lebih buruk?

Ternyata tidak ada yang bisa menjawab. Saat ini bahkan sudah berkembang menjadi konsensus dunia Covid-19 ini tidak bisa cepat berakhir.

Berikut ini wawancara dengan Demetrius Ari Pitojo Chief Investment Officer Eastspring Investments Indonesia beberapa waktu lalu membahas perkembangan ekonomi dan strategi investasi untuk menghadapinya.

Berbagai proyeksi ekonomi yang dilakukan itu kan dengan asumsi pandemik mereda di kuartal 3 sehingga perekonomian kuartal 4 bisa pulih. Tapi kalau melihat perkembangan terakhir pandemik Covid-19 ini, bagaimana pendapat Anda?

Iya banyak proyeksi dengan asumsi Covid-19 ini akan mereda di suatu waktu di musim panas. Makanya bantuan sosial di Amerika  itu kan akan berakhir di Juli ini. Di tanggal 31 Juli  bantuan yang US$ 300 per minggu per orang itu harusnya berhenti. Sekarang ini sedang diperdebatkan bagaimana kelanjutannya.

Di Indonesia juga program-program harusnya berakhir Juli ini juga, tapi diperpanjang sampai Desember. Tapi jumlahnya berkurang, seingat saya begitu. Pemerintah DKI Jakarta prediksinya kan Juni atau Juli juga. Artinya seluruh dunia, pada waktu memasuki pandemik Covid-19 memperkirakan sekitar Juli ini kasus-kasusnya akan berkurang dan kembali ke kondisi yang lebih baik. Ternyata tidak. Kemarin Pak Perry Warjiyo (Gubernur Bank Indonesia) juga ngomong ternyata pandemik Covid-nya lebih panjang. Jadi sudah ada realisasi pemahaman Covid 19 akan panjang.

Dampaknya ke ekonomi akan seperti apa?

Ketika kita bicara proyeksi ekonomi akan ada adjustment-adjustment yang sifatnya lebih weak dibandingkan sebelumnya. Bukan cuma di Indonesia tapi juga di seluruh dunia.

Seberapa weak-nya ini diskusinya panjang, karena enggak ada yang tahu perjalanan covid ini. Kalau dilihat jumlah kasusnya justru covid ini makin tinggi jumlah kasusnya . Tapi agak susah ngomong jumlah kasusnya makanya orang akan melihat itu bagaimana penanganannya. Kalau dilihat jumlah kematiannya di seluruh dunia itu turun. Tapi turunnya itu sekarang melandai. Yang tadinya kita harapkan turun terus, ternyata tidak. Ternyata setelah melandai, agak sedikit naik.

Kalau di Indonesia agak susah kita bicara second wave karena memang testing-nya belum. Bahkan kalau dilihat jumlah kematiannya makin lama makin naik ya. Tapi apakah memang makin naik atau sekarang yang meninggal pun dites dibanding dulu. Nah itu juga kita tidak tahu

Di Indonesia ini praktis beberapa bulan kemarin banyak kelonggaran-kelonggaran yang diberikan. Satu, kelonggaran pembayaran utang, kelonggaran pembayaran pokok. Kedua kalau pun ada PHK, kita tidak tahu jumlah berapa orang yang di PHK-nya kan variatif ya. Tapi kalau ada uang PHK misalnya dan PHK terjadi di Maret-April atau Mei-Juni mungkin masih punya uang. Juli masih punya, tapi kan jumlahnya makin berkurang.

Uang bantuan pemerintah pun berkurang. Di satu sisi belum melihat covid-nya selesai, di sisi lain bantuannya juga sudah mulai berkurang karena ya uangnya habis. Nah itu kita bicara dunia ya.

Tapi di sisi Indonesia itu agak sedikit terbalik. Di sisi kita, covidnya belum jelas, tapi kemarin itu pengucurannya terlambat, harapannya di second half-nya itu pengucurannya akan lebih banyak. Enggak tahu ini blessing in disguise atau bukan, tapi karena pengucurannya terlambat dan covid-nya lebih panjang mungkin malah yang bisa lebih bertahan. Napasnya mudah-mudahan jadi lebih panjang.

Kalau dari para ekonom sendiri kesepakatannya belum ada, mungkin dengan asumsi baru?

Belum. Kalau dilihat kan mereka masih menunggu, tapi indikatif-nya sudah mulai keluar angka pertumbuhan ekonomi  4%, 2%. Sekarang sudah mulai 0. Tapi kalau lihat dari OECD kan –2,8% dari IMF -0,8%. Jadi yang paling rendah perkiraannya dari OECD. Jadi saya rasa somewhere dari 0 ke -2%.

Padahal ini baru perkiraan pertumbuhannya ya. Belum menghitung kerusakan akibat gara-gara Covid. Beberapa minggu ini sudah mulai dengan gugatan pailit?

Ini kan bergulir terus. Kalau misalnya saya pengusaha, oke mungkin 1 bulan saya tahan. Dua bulan oke, 3-4 bulan? Waduh mungkin saya sudah tidak tahan mendingan saya menyerah. Itu kan proses berpikir untuk mengambil keputusan. Sebenarnya kalau ada gugatan pailit itu kan tidak harus bangkrut, terutama PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang). 

Ini kan untuk mengatakan dalam kondisi sekarang saya tidak bisa hidup, sehingga butuh restrukturisasi utang. Saya butuh pokok utang atau bunganya dikurangi. Kalau masuk ke PKPU itu kan tujuannya. Nah kalau tidak bisa dan tidak ada kesepakatan dengan krediturnya, baru akan menjadi pailit.

Ini proses yang akan terus berjalan dan kalau covid-nya terus berjalan tidak akan bisa dihindari akan terjadi lebih sering.

Masalah covid ini memang kombinasi, penyakitnya dan dampaknya. Jadi kalau ditanya, tidak akan ada orang yang bisa menjawab. Kalau penyakitnya saja mungkin kita bisa menebak, tapi bagaimana reaksi orang akan sangat mempengaruhi. Kalau orang-orangnya tidak disiplin, pejabatnya juga mulai mengeraskan tindakan atau memang orang-orangnya sudah disiplin. Jadi aksi reaksi ini semua akan menyebabkan siapa pun tidak bisa menjawab. Kalau ada yang bisa menjawab malah saya heran.

 Semua orang bicara seolah-olah silver bullet-nya itu vaksin. Padahal semua orang tahu vaksin itu tidak akan bertahan lama karena dia akan bermutasi terus.

Apa yang akan terus terjadi kalau ini terus terjadi? Pandemik itu kan terjadi di seluruh dunia, sementara penanganannya kan dilakukan satu-satu per negara?

Iya tidak ada leadership di dunia. Sulitnya lagi kita menghadapi musuh kecil yang bermutasi juga. Semua orang bicara seolah-olah silver bullet-nya itu vaksin. Padahal semua orang tahu vaksin itu tidak akan bertahan lama karena dia akan bermutasi terus.

Kalau ditanya berapa lama, saya juga tidak tahu. Justru ini yang membuat orang-orang yang mengikuti juga menjadi frustrasi karena dia terus bermutasi, sementara kita seperti mengejar target yang terus bergerak.

Nah mutasi ini juga kita tidak tahu, apakah akan semakin ganas atau tidak. Biasanya sih enggak, karena ketika dia berperang dengan manusia akan semakin lemah. Tingkat infeksinya makin tinggi, katanya kalau tingkat infeksinya makin tinggi maka tingkat keganasannya turun. Tapi kita juga kan tidak tahu.

 Jadi sampai kapan, tidak tahu juga. Ini gampang deh, kalau saya melihat sendiri saja. Kita pakai masker itu kan lama-lama tidak tahan juga, orang akan cenderung lepas. Sekarang mungkin kita disiplin pakai masker, coba 1-2 bulan lagi tahan enggak?

Jadi perilaku kita berubah, musuh kita juga berubah dalam arti virusnya bermutasi , kebijakan pemerintah juga berubah. Kalau saya bilang akan lebih buruk kok ya pesimis banget, kalau saya bilang lebih baik kok ya terlalu berharap.

Tapi kalau harus losing hope juga tidak. Karena pandemik ini juga membuat akselerasi tren yang sudah ada. Akselerasi tren itu apa? Online dan internasionalisasi. Kita bisa lihat bioskop digantikan Netflix, misalnya.

Jadi waktu kita menjalankan strategi, ini bukan loosing game juga. Tapi bagaimana di masa sulit ini kita bisa resetting the policy berdasarkan tren yang ada. Ini saya rasa yang bisa dilakukan. Jangan kita berharap akan kembali ke normal yang ada sebelum ini, karena tren ini sudah ada tapi dipercepat dengan adanya covid.

Seperti misalnya climate change, tren itu akan tetap ada. Jadi pada waktu sekarang kita membuat infrastruktur. Infrastruktur seperti apa yang harus kita utamakan? Yang climate change friendly atau bukan?

Contoh paling gampang jalan. Jalan itu climate change friendly atau tidak? Pada waktu kita memilih untuk membelanjakan uang, apa memilih membuat jalan atau ke sesuatu yang tren sudah ada? Sumber daya itu kan terbatas.

Kalau melihat yang dilakukan pemerintah sekarang ini apakah tepat? Dalam kondisi sekarang misalnya mencoba mengegolkan omnibus law, dalam kondisi serba darurat kan akan susah untuk dibahas dengan menyeluruh?

Kalau masalah omnibus law, saya katakan lihatlah frame-nya. Kalau menurut saya omnibus law cipta lapangan kerja, maaf ya mungkin saya kontroversial, tapi menurut saya itu perlu. Kenapa karena kalau kita bicara ke depan, gig ekonomi itu sudah tidak akan jalan.

Nanti ke depan, orang itu bekerja dengan perusahaan itu berdasarkan kontrak. Terus terang kebutuhan terhadap manusia itu kan berkurang, sudah ada robot segala macam. Paling-paling kalau perusahaan butuh A dia akan mempekerjakan sementara, setelah pekerjaan itu selesai dikeluarkan. Mempekerjakan yang lain lagi untuk pekerjaan lainnya.

Contoh paling gampang untuk gig ekonomi, ada banyak pekerjaan itu yang berbasis kontrak. Kalau Anda baca buku human resources, sekarang tren lebih gig economy dengan contract based. Kenapa, karena pekerjaan-pekerjaan rutin di perusahaan bisa dikerjakan mesin. Yang dibutuhkan konseptor dan pengambil keputusan. Kalau untuk memasukkan data, processing data itu kan sudah ada sistem. Jadi kebutuhan gig economy ini membutuhkan sistem kerja yang modular, kadang kalau tidak perlu dibuang, ditambahkan yang lain lagi. Kita bisa lagi mempekerjakan dengan long term employment, itu sudah lewat. Oleh karena itu waktu kita mendesain mengenai peraturan tenaga kerja, itu memang harus bisa.

Memang ada rasa insecurity yang akan muncul. Ya masalahnya zamannya sudah berubah, kalau Anda enggak bisa, Anda akan ditinggal. Jadi dalam menyusun kebijakan, kita harus bisa melihat ini, tren yang tidak berubah baik ada covid maupun tidak ada covid, itulah yang harus kita kejar.

Climate change tadi contohnya. Mungkin pemikirannya terlalu maju, tapi kenapa kita tidak kembangkan solar panel sehingga bisa swasembada listrik. Apakah nanti PLN dibutuhkan? Mungkin sudah tidak dibutuhkan lagi. Misalnya ini ya, kita bicara berandai-andai, solar panel itu butuhnya teknologi baterai. Kita kan punya nikel di Morowali bahan baku untuk membuat baterai. Itu kan nyambung.

Jadi harapan saya kebijakan-kebijakan itu dibuat berdasarkan tren dunia. Jadi ada atau tidak ada covid kita melakukan sesuatu yang berguna untuk semua.

Nah ini yang mungkin kalau ada the next black swan itu ya inflasi



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×