Reporter: Dyah Ayu Kusumaningtyas | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Beberapa bulan menjelang akhir tahun, beberapa emiten melakukan pembelian kembali saham alias buyback saham. Sebut saja PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN).
BORN melakukan buyback dari pasar setara dengan 4% dari total saham atau sekitar 707,72 juta unit saham seharga Rp 918 per saham. "Tujuannya untuk memberikan kepastian kepada investor atas performa dari saham BORN," ujar Direktur BORN Geroad Yusuf, Jumat (2/12).
Sedangkan TLKM melakukan buyback untuk 645,16 juta saham senilai Rp 1,5 triliun seharga Rp 7.750 per saham. Seperti yang pernah KONTAN tulis sebelumnya, aksi buyback ini diharapkan dapat berimbas pada memperbesar dividen yield pemegang saham.
Reza Priyambada, Managing Research Indosurya Asset Management, kemarin (1/12), bilang, tujuan dari masing-masing emiten melakukan buyback kemungkinan besar memang dalam rangka mengontrol pergerakan harga saham supaya lebih likuid.
"Biasanya, emiten tersebut dihadapkan pada keadaan saham mereka mengalami penurunan. Dengan fundamental dan kinerja mereka yang tercatat baik, menjadikan harga saham saat ini tidak mencerminkan harga yang pantas," ujar Reza.
Sedangkan Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo, Jumat (2/12) melihat harga saham emiten saat ini lebih cenderung digiring sentimen yang terjadi di global, sehingga fundamental mereka yang baik terkoreksi oleh berita negatif global.
Reza masih meyakini adanya pertumbuhan kinerja pertambangan sampai akhir tahun bahkan berpotensi tubuh pesat di tahun 2012 menjadi sentimen baik bagi saham BORN.
Sampai akhir tahun pun, Reza menganalisis kenaikan laba bersih dan pendapatan yang akan dicapai BORN sampai akhir tahun sebesar 15%-20% dan begitu pula di tahun 2012. "Borneo banyak ekspor ke China dan India. Oleh karena itu, isu perlambatan ekonomi dari kedua negara tersebut, bisa jadi akan mempengaruhi pertumbuhan pendapatan BORN di tahun 2012," katanya.
Sedangkan untuk bisnis di sektor telekomunikasi, sekarang ini sudah terlalu banyak pemain dan banyak di antara emiten tersebut yang mengeluarkan produk sejenis. "Bisnis di telekomunikasi ini sudah mendekati level jenuh," ungkap Reza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News