Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia terlampau terlampau flukluatif. Pekan lalu pada Kamis (28/2) harga minyak pada West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman April 2019 dalam sepekan tumbuh 0,45% sebesar US$ 57,22 per barel.
Dibanding saat ini Kamis (7/3) sepekan kebelakang harga minyak terkoreksi 1,25% menjadi US$ 56,51 per barel. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan periode sebelumnya tumbuh 0,52%. Analis Cetral Capital Futures, Wahyu Tribowo Laksono, meninali penguatan tipis hari ini hanya sebatas optimisme pasar terkait berakhirnya genjatan dagang Amerika Serikat dan China.
Menurut Wahyu harga minyak mentah masih dalam area bearish sebab pada dasarnya flukluasi harga minyak dunia tergantung dari supply dan demand. Organization of the Petroleum Exporting (OPEC) yang terdiri dari lima belas negara telah sepakat mengurangi produksinya sekitar 800.000 barel per hari. Sementara Non-OPEC menyumbang pengirangan produksi minya 400.000 barel per hari
Aturan itu telah berlangsung sejak bulan lalu atas dasar keinginan OPEC agar tahun ini harga minyak bisa stabil di level US$ 57,00-US$ 58,00 per barel. Sehingga wajar jika harga minyak mentah pekan lalu cenderung naik. Pasalnya persediaan minyak OPEC pada Desember lalu sebesar 32,68 juta barel per hari. Artinya persediaan minyak global bulan ini sekitar 30,28 juta barel per hari.
Di sisi lain, AS nampaknya menghiraukan usaha OPEC. Di mana dua perusahaan besar minyak AS yakni Chevron Corp dan Exxonmobil Corp pada Selasa kemarin waktu setempat mengatakan bahwa masing-masing akan memproduksi minyak lebih dari 1 juta barel per hari di cekungan Permian, AS. Yang mana membuat pekan ini harga minyak cenderung terkoreksi.
“Minyak mentah mengalami penurunan harga year to date terburuk dari tiga bulan terakhir,” kata Wahyu kepada Kontan, rabu (6/3). Katanya, setelah Presiden AS, Donald Trump pekan ini cerewet mengatakan harga minyak mentah terlalu tinggi.
Dalam lama akun twitternya Trump berkicau "OPEC, tolong santai saja jangan terburu-buru”. Wahyu mengamati komentar Trump hanyalah satu dari banyak faktor yang membuat harga minyak mentah lebih rendah.
Wahyu mengamati tekanan politik pada Arab Saudi setelah pembunuhan wartawan dari media Arab Saudi, Jamal Khashoggi di Turki Oktober lalu kemungkinan menyebabkan permintaan untuk minyak akan lebih rendah.
Sementara, melemahnya permintaan ekonomi global membebani harga minyak mentah. Kata Wahyu, pabrik-pabrik di Asia menunjukkan pelemahan permintaan minyak mentah karena ekonomi Asia, khususnya China diramal melemah.
“Importir minyak terbesar dunia, yaitu Cina dan Jepang, melaporkan aktivitas pabrik menyusut untuk bulan ketiga berturut-turut,” tuturnya. Ini menunjukkan bahwa perlambatan permintaan minyak global masih belum membaik.
Untuk perdagangan Jumat (8/3) ia memprediksi harga minyak berportensi terkoreksi yang akan diperdagangakan di area support antara US$ 54,80, US$ 54,20, dan US$ 53,50 per barel dan resistance antara US$ 56,80, US$ 57,50, dan US$ 58,00 per hari.
Sementara dalam sepekan ke depan di area US$ 53,00-US$ 58,00 per barel. Ia merekomendasikan sell in strength dalam perdagangan minyak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News