Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Dengan sifat investasi reksadana saham yang cenderung jangka panjang, umumnya manajer investasi mengendapkan dana pada efek saham emiten yang berfundamental cerah. Begitu pula strategi PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM) dalam mengelola produk reksadana saham Batavia Dana Saham (BDS).
Lilis Setiadi, Presiden Direktur BPAM menjelaskan, di kala pasar saham masih berpotensi terkoreksi akibat faktor eksternal, idealnya perusahaan memarkirkan dana pada sektor saham yang bersifat defensif. Yakni sektor saham infrastruktur, konsumer, serta telekomunikasi.
Namun, perusahaan tak serta merta mengantongi semua efek saham dalam sektor tersebut. “Kami tetap menganalisa secara mendalam fundamental perusahaan. Lihat margin squeeze, perusahaannya solid atau tidak, dan sebagainya,” jelas Lilis.
Maklum, masih ada beberapa variabel luar negeri yang berpotensi menyeret kinerja bursa saham domestik. Semisal isu perlambatan ekonomi China serta rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed.
Strategi tersebut cukup jitu. Lihat saja kinerja Batavia Dana Saham secara year to date (ytd) per 11 Maret 2016 yang mencapai 6,29%, lebih tinggi ketimbang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tercatat 4,81% periode sama.
Agung Budiono, Direktur BPAM berujar, pasar saham Indonesia dari awal tahun 2016 memang cukup positif, ditopang oleh mengalirnya anggaran belanja pemerintah, inflasi yang terkendali, pertumbuhan ekonomi, serta stabilitas mata uang rupiah.
“Ketergantungan Indonesia terhadap komoditas juga tidak lagi besar. Berbeda dengan Brazil dan Rusia yang sangat bergantung pada komoditas,” imbuhnya. Walhasil, terjadi masuknya arus dana terhadap pasar saham Tanah Air.
Oleh karena itu, dengan strategi yang kini diterapkan, Agung optimistis kinerja Batavia Dana Saham di waktu mendatang bakal lebih baik seiring dengan pertumbuhan pasar saham dalam negeri.
Hingga akhir tahun 2016, Agung mematok target konservatif IHSG di level 5100 – 5400. Jika proyeksi tersebut berhasil, berarti sepanjang tahun 2016, IHSG tumbuh sebesar 10% - 12%.
Dengan catatan, pemerintah mengeksekusi berbagai program dan kebijakan guna mendongrak ekonomi. Apalagi masih ada peluang perbaikan rating Indonesia dari lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s (S&P). Pada 21 Mei 2015, S&P telah mengerek outlook rating Indonesia dari stable menjadi positif sekaligus mengafirmasi rating pada level BB+.
“Kalau AS masih menerapkan pelonggaran kebijakan moneter, belum menaikkan suku bunga acuan, Indonesia akan diuntungkan. Sebab, level keyakinan terhadap Indonesia akan meningkat, noise dari luar juga berkurang,” paparnya.
Lilis menambahkan, apabila pasar saham domestik sudah terlepas dari potensi volatilitas, ada peluang bagi perusahaan untuk mengubah strategi portofolio untuk produk Batavia Dana Saham. “Kalau pasar lebih baik, ada perubahan. Kami masih mengamati kondisi,” tukasnya.
Mengacu fund fact sheet Batavia Dana Saham per Februari 2016, sebanyak 90,73% dana diparkir pada efek saham. Sisanya, 9,27% berupa instrumen pasar uang semisal deposito perbankan.
BPAM memang leluasa megendapkan dana Batavia Dana Saham sekitar 80% - 100% pada efek saham serta 0% - 20% pada instrumen pasar uang dan/atau setara kas.
Produk yang meluncur sejak 16 Desember 1996 tersebut telah mengantongi dana kelolaan sekitar Rp 1,15 triliun.
Adapun per 11 Maret 2016, Batavia Dana Saham diperdagangkan dengan nilai aktiva bersih per unit penyertaan (NAB/UP) senilai Rp 50.188,6.
Nah, investor bisa mengoleksi reksadana saham ini dengan minimum pembelian Rp 1 juta. Pembelian selanjutnya minimal Rp 100.000.
Perusahaan bakal mengutip biaya pembelian maksimal 2% serta biaya penjualan kembali maksimal 2%. Ada pula biaya pengalihan maksimal 1%. Produk ini menggunakan bank kustodian Deutsche Bank AG, Jakarta.
Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo menjelaskan, performa Batavia Dana Saham dari awal tahun 2016 ditopang oleh kinerja saham ADHI (26,64%), GGRM (18,18%), ASII (17,5%), UNVR (16,22%), BMRI (9,73%), TLKM (8,86%), serta HMSP (7,98%).
Oleh karena itu, Beben menilai, prospek Batavia Dana Saham di waktu mendatang masih cukup baik. Sebab, perusahaan mengendapkan dana pada efek saham yang berpotensi memperoleh katalis positif dari program pembangunan infrastruktur pemerintah, yakni sektor konstruksi, infrastruktur, serta keuangan.
Upaya pemerintah untuk mengerek daya beli masyarakat dengan penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) serta pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) juga turut menopang kinerja sektor saham konsumsi dan aneka industri.
“Berdasarkan Infovesta Equity Fund Index, rata-rata return reksa dana saham diprediksi akan tumbuh dikisaran 11,34%-14,88% sedangkan untuk BDS dengan menggunakan beta sebesar 1,01 tumbuh kisaran 11,51%-15,10%,” terkanya.
Beben menyarankan investor untuk menggenggam produk tersebut minimal lima tahun guna mengais cuan maksimal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News