Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Awal tahun ini, TBIG akan menerbitkan global bond dengan nilai US$ 350 juta. Langkah yang diambil TBIG tersebut dinilai As’ad sebagai upaya untuk refinancing dan justru bisa berdampak positif.
“Dengan rate yang pastinya turun dan tenor pembayaran juga jadi lebih panjang, tentunya malah akan positif. Jadi secara operasional justru tidak akan memengaruhi dan secara tidak langsung, mungkin juga bisa memperbaiki kinerja keuangannya,” jelas As’ad kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Prospek oke, saham Tower Bersama (TBIG) justru bisa turun
Mengintip Peluang di Luar Jawa dan Sumatra
Selain masih tingginya kebutuhan penyewaan tower, katalis positif lain bagi kinerja TBIG adalah masih terbukanya pasar di luar Pulau Jawa dan Sumatra. Sebab untuk perizinan pendirian tower baru di Jawa dan Sumatra menjadi lebih sulit. Sementara untuk pengembangan di luar Jawa dan Sumatra, TBIG bisa menyasar kolaborasi dengan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI).
“BAKTI kan berencana menyiapkan backbone jaringan untuk persebaran telekomunikasi, nah TBIG bisa masuk ke situ untuk ekspansi di luar Jawa dan Sumatera. Belum lagi peluang menggarap jaringan di ibu kota baru,” ujar As’ad.
Baca Juga: Tower Bersama (TBIG) berencana akuisisi seluruh menara yang dilelang XL Axiata (EXCL)
Minimnya infrastruktur menara telekomunikasi di ibu kota baru bisa menjadi dorongan positif untuk TBIG. As’ad memproyeksikan pendapatan TBIG pada tahun 2020 bisa mencapai Rp 5,08 triliun dengan laba bersih mencapai Rp 1,06 triliun.
Meski demikian, As’ad merekomendasikan untuk hold saham TBIG dengan target harga Rp 1.200. Dia menyarankan investor untuk melihat terlebih dahulu laporan keuangan TBIG hingga akhir 2019 sebelum mengambil keputusan. Sementara Gani merekomendasikan untuk beli saham TBIG dengan target harga Rp 1.870. Hari ini, harga saham TBIG stagnan pada Rp 1.100 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News