Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak awal Juni 2021 sampai dengan Senin (28/6), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat turun tipis 0,13% ke level 5.947,46. Meski beberapa kali menembus level 6.000, IHSG terlihat belum kuat bertahan lama di atas level tersebut.
Di tengah pergerakan IHSG yang masih cenderung sideways, ada sejumlah saham yang menjadi pemberat (laggard) IHSG pada Juni 2021. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, sepuluh saham yang menjadi laggard teratas IHSG banyak terdiri dari saham berkapitalisasi pasar besar yang harga sahamnya sudah turun 1%-13% dalam sebulan terakhir.
Sepuluh saham tersebut adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Astra International Tbk (ASII), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), PT United Tractors Tbk (UNTR), dan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP).
Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Anggaraksa Arismunandar mengatakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan saham-saham berkapitalisasi besar tersebut menjadi laggard IHSG pada Juni ini. Pertama, ada pergeseran appetite investor ke sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan lebih tinggi, sebab saham-saham big caps yang notabene berada di industri yang sudah matang biasanya menawarkan pertumbuhan yang lebih terbatas.
Baca Juga: Infovesta: Pasar saham turun, investor bisa average down
Faktor kedua berasal dari kekhawatiran pelaku pasar terhadap lonjakan kasus Covid-19 sehingga membuat saham big caps masih sulit untuk menguat. "Terakhir, rencana penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu alias rights issue pada saham BBRI dan BBNI juga berpotensi menjadi penekan pergerakan harga untuk jangka pendek," kata Anggaraksa saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (28/6).
Tak berhenti sampai di situ, pada semester II-2021, masih ada sejumlah sentimen yang akan mewarnai pergerakan saham-saham laggard tersebut. Pertama, pemberlakuan aturan pembobotan baru pada indeks. Menurut Anggaraksa, sebagai saham-saham yang memiliki bobot terbesar terhadap IHSG, emiten big caps tentu akan menjadi yang paling terdampak dari perubahan metode ini.
Kedua, rencana initial public offering (IPO) bernilai jumbo yang dijadwalkan akan berlangsung pada paruh kedua 2021 juga berpotensi menyebabkan terjadinya rotasi di antara saham big caps. Sentimen selanjutnya berasal dari investor asing dan institusi besar yang diperkirakan akan masuk kembali sehingga keberadaan big money akan memengaruhi pergerakan IHSG.
Baca Juga: Lonjakan kasus Covid-19 bikin rupiah melemah 0,14% ke Rp 14.445 per dolar AS