kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rupiah turun, gairah investasi lemah


Sabtu, 28 Oktober 2017 / 14:26 WIB
Rupiah turun, gairah investasi lemah


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Depresiasi nilai tukar rupiah dapat mengganggu kepercayaan investor asing untuk membeli surat utang Indonesia. Maklum, meski risiko investasi Indonesia yang tercermin dalam credit default swap (CDS) terbilang rendah, namun pelemahan rupiah dapat menggerus imbal hasil yang diterima investor.

Pelemahan rupiah semakin mengkhawatirkan. Kemarin, rupiah telah menyentuh level terendah sejak Juli 2016 yakni senilai Rp 13.609 per dollar Amerika Serikat (AS).

Sementara itu, data Bloomberg, Selasa (24/10) menunjukkan, CDS Indonesia tenor 10 tahun sempat mencapai rekor terendah sejak Juni 2007 di level 158,54. Kamis lalu (26/10), CDS tenor 10 tahun sebesar 159,86 atau turun 29,89% secara year to date (ytd). Sedangkan CDS tenor 5 tahun di level 93,42 atau turun 40,83% ytd. CDS 5 tahun juga sempat menyentuh level terendah sejak Mei 2007 pada 19 September 2017 lalu.

Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah dapat menjadi sentimen negatif pada persepsi risiko investasi Indonesia. Hal tersebut dapat membuat CDS Indonesia berbalik arah.

"Saat ini kondisi domestik tak cukup positif, karena nilai tukar melemah dan yield obligasi cenderung naik, Sebenarnya kalau yield naik hal ini kemungkinan membuat CDS ikut naik," kata Desmon, Jumat (27/10).

Analis Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra mengatakan, sejak akhir September lalu, surat utang tertekan karena volatilitas nilai tukar rupiah. Jadi meski dari sisi CDS masih bagus, tetapi dari sisi nilai tukar mata uang cukup mengkhawatirkan bagi investor.

Maklum, jika rupiah terus melemah, return investor asing dari obligasi akan menyusut. Meski begitu, Made memproyeksikan, kecenderungan pada pasar obligasi Indonesia masih net buy. "Di Oktober, posisinya memang net sell, tetapi secara ytd masih net buy dan masih jauh lebih tinggi dari posisi akhir tahun lalu," kata Made.

Hanya saja, investor tetap waspada. Menurut Made, dollar AS berpotensi terus menguat sejalan dengan kebijakan bank sentral AS, terutama, rencana menaikkan Fed Fund Rate (FFR).

Tahun politik

Dengan melihat pergerakan CDS Indonesia tersebut, Made menilai, prospek surat utang Indonesia masih positif. "Persepsi risiko investor ke surat utang Indonesia itu bagus, karena tertolong peringkat investment grade sejak lima tahun lalu dari Moody's dan Fitch Ratings, serta Mei 2017 lalu dari Standard & Poor's," kata Made, Jumat (27/10).

Kondisi pasar obligasi Indonesia juga ditandai dengan cost of fund pemerintah yang cenderung turun dalam menerbitkan global bond. Namun jelang tahun 2018 yang merupakan tahun politik, CDS Indonesia diperkirakan akan bergerak volatil. Maklum, menurut Made, pelaku pasar akan melihat siapa yang terpilih dan apakah terjadi perubahan kebijakan ekonomi.

Dus, CDS Indonesia yang kini rendah, berpotensi berbalik arah. CDS memang sangat berkaitan dengan potensi default negara tersebut dan perubahan kebijakan ekonomi. "Perubahan kebijakan ekonomi turut dipengaruhi dengan kondisi politik, presidennya berganti, kebijakan ekonominya bisa berubah," kata Made.

Selain faktor politik, tren penurunan CDS yang turun bisa berbalik arah karena mendapat pengaruh dari kondisi eksternal. Made mencontohkan Yunani yang cenderung akan gagal bayar atau default. "Itu bisa berpengaruh ke kondisi pasar Indonesia karena memiliki rating yang mirip, walaupun sebenarnya kondisi di Indonesia tidak ada masalah," kata Made.

Pelaku pasar cenderung melihat CDS atau peringkat sesama negara berkembang sama. Tapi, Made melihat, dari sisi fundamental ekonomi domestik bisa mendukung level CDS Indonesia semakin rendah. Ia memproyeksikan, CDS Indonesia hingga akhir tahun masih positif. Tetapi di 2018 dan jelang Pemilu 2019, volatilitasnya akan tinggi.

Senada, Desmon mengatakan, gejolak politik Indonesia di tahun depan akan mempengaruhi persepsi risiko investasi Indonesia. Sedangkan dari eksternal, faktor yang akan mempengaruhi adalah kebijakan Presiden AS Donald Trump yang akan memangkas pajak serta langkah The Fed yang akan menaikkan suku bunga. Tapi Desmon melihat, meski cenderung naik, CDS Indonesia masih akan terjaga di kisaran level saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×