kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Investasi emas Raihan Jewellery memakan korban


Senin, 25 Februari 2013 / 12:52 WIB
Investasi emas Raihan Jewellery memakan korban
ILUSTRASI. Asing mulai catat net sell di tengah bullish IHSG, saham-saham ini banyak dilego


Reporter: Teddy Gumilar | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Program investasi emas batangan yang marak beberapa tahun terakhir mulai memakan korban. Raihan Jewellery, salah satu perusahaan yang menjalankan skema ini, berhenti membayar bonus kepada ribuan nasabahnya sejak awal Januari 2013.

Janji untuk membeli kembali emas yang sudah dibeli investor pun tak dipenuhi. Padahal iming-iming berupa buyback guarantee ketika kontrak jatuh tempo inilah yang selama ini membuat banyak nasabah tertarik membiakkan dana. Dus, nasib ribuan nasabah yang tersebar mulai dari Langsa dan Banda Aceh di Nanggroe Aceh Darussalam, Medan, Jakarta, dan Surabaya pun terkatung-katung.

Sejak 2010, Raihan Jewellery diperkirakan telah mengumpulkan dana masyarakat tak kurang dari Rp 13,2 triliun lewat penjualan 2,2 ton emas. Angka penjualan ini tidak termasuk dengan penjualan di Langsa dan Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam. Rinciannya di Medan sebanyak 1.200 kg, cabang surabaya 500 kg, dan Jakarta sekitar 500 kg. "Tapi dana yang nyantol hanya Rp 300 miliar - Rp 400 miliar, karena banyak juga yang ngambil skema emas fisik," kata seorang nasabah asal Surabaya, sebut saja Thomas.

Thomas sendiri berinvestasi di Raihan dengan skema fisik sebanyak 2 kg senilai Rp 1,4 miliar sekitar bulan September 2012. Ia baru sempat tiga kali mencicip bonus 2,5% per bulan, atau setara dengan Rp 35 juta per bulan. Namun memasuki bulan keempat, Raihan tidak lagi mengirimkan cashback atau bonus ke rekening pribadinya. Padahal seharusnya, sesuai kontrak ia harus mendapatkan bonus tetap selama 6 bulan.

Nasib serupa juga dialami nasabah asal Sidoarjo, sebut saja Budi. Pada bulan September 2012, ia menginvestasikan uangnya untuk membeli 2,4 kg emas senilai sekitar Rp 1,8 miliar. Hingga bulan ketiga, ia masih menerima bonus 2,5% sekitar Rp 45 juta per bulan.

Namun memasuki bulan keempat, Raihan tidak lagi mentransfer bonus ke rekening miliknya. Puncaknya, per 3 Januari 2013 Raihan Jewellery menghentikan pembayaran bonus kepada seluruh nasabahnya. "Memasuki bulan keempat bunga tidak dibayar lagi sementara mereka masih berjualan produk tersebut," ujar Budi yang meminta namanya disamarkan karena kuatir dananya tidak dikembalikan oleh pengelola Raihan.

Nasabah yang kontraknya jatuh tempo cuma disodori dua opsi; memperpanjang kontrak tersebut hingga 6 bulan ke depan, atau menjual sendiri emas tersebut sesuai dengan harga pasar.

Kedua pilihan ini sama-sama tidak mengenakkan bagi nasabah. Memperpanjang kontrak sama saja dengan memperbesar potensi kehilangan uang karena Raihan telah terbukti gagal memenuhi kewajibannya kepada nasabah. Tapi jika dijual ke toko emas, mereka juga pasti rugi karena harga di pasar lebih rendah dibanding harga pembelian emas di Raihan.

Emas seberat 2 kg yang kini di tangan Thomas kalau dijual di pasar hanya laku sekitar Rp 1 miliar. Artinya, ia harus menanggung rugi sekitar Rp 400 juta. Thomas bisa saja menyimpan emas tersebut hingga harganya naik mendekati harga beli di Raihan. "Tapi masalahnya ini uang utang di bank, dan tiap bulan bayar bunga bank Rp 16 juta - Rp 17 juta. Kalo nunggu harga emasnya di pasar Rp 1,4 miliar, bunga bank sudah berapa," keluhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×