Reporter: Annisa Aninditya Wibawa, Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kelesuan ekonomi dan gejolak di pasar finansial mengganjal ekspansi emiten. Sejumlah emiten saham pun menunda rencana pencarian dana segar di pasar modal Indonesia. Sedianya, dana tersebut digunakan untuk membiayai ekspansi bisnis.
PT Adhi Karya Tbk (ADHI), misalnya, menunda penawaran umum terbatas dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue. Semula perusahaan ini menjadwalkan rights issue pada September tahun ini. Kini, emiten konstruksi pelat merah itu memundurkan jadwal Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dari 27 Agustus menjadi 16 September.
RUPSLB ini untuk meminta restu rights issue. "Karena kondisi pasar yang berfluktuasi signifikan," demikian alasan Direktur Utama ADHI Kiswo Darmawan, dalam keterbukaan informasi, Rabu (26/8).
PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) juga akan mencermati perkembangan pasar modal sebelum menerbitkan obligasi US$ 420 juta. "Lihat waktu yang tepat karena pasar volatil. Kalau kondisi memburuk, ada kemungkinan ditunda," ungkap Welly Salam, Sekretaris Perusahaan SRIL, kepada KONTAN, Selasa (25/8).
SRIL mempertimbangkan opsi pendanaan lain jika akhirnya menunda penerbitan obligasi. SRIL menunggu kepastiannya pada RUPSLB pada 2 September nanti. PT Waskita Karya Tbk (WSKT) pun akan menunda penawaran umum berkelanjutan (PUB) obligasi senilai Rp 1,5 triliun yang sedianya digelar September.
Tapi emiten konstruksi pelat merah ini menunda hingga kondisi pasar pulih. Sebaliknya, calon emiten PT Internux tetap optimistis bakal melenggang di BEI pada tahun ini. "Karena kami memiliki pembeli siaga," ungkap Harianda Noerlan, Sekretaris Perusahaan PT First Media Tbk (KBLV), induk usaha Internux, kepada KONTAN.
Dia menyebutkan, jika nanti Internux tak jadi listing tahun ini, artinya rencana IPO itu ditolak Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebelumnya, PT Gelombang Seismic Tbk batal masuk BEI tahun ini karena tak memperoleh restu OJK.
Analis First Asia Capital David Sutyanto menilai, penerbitan obligasi saat ini berisiko tinggi. Emiten perlu memberi kupon tinggi agar menarik pemodal dan dapat membebani emiten. Saat yang sama, emiten menghadapi penurunan penjualan yang berpotensi menyulitkan ekspansi.
Kepala Riset BNI Securities Norico Gaman berpendapat, kejatuhan IHSG dan rupiah menyebabkan penghimpunan dana di pasar modal tak bisa diharapkan. "Jika dipaksa, serapan pasar tak optimal sehingga dana yang diperoleh hanya sedikit," jelas dia.
Dus, alternatif pendanaan yang tepat saat ini hanya lewat perbankan. Namun, dia mengingatkan, ekspansi yang menjadi tujuan pinjaman itu harus dicermati. Jika ekspansi ternyata tak sebanding permintaan pasar, sebaiknya ekspansi itu ditunda saja.
Menurut Norico, prospek bisnis akan buruk jika tetap memaksa ekspansi bisnis. Sebab permintaan pasar saat ini sangat rendah. Sudah begitu, saat produksi tidak terserap pasar, si perusahaan masih harus menanggung beban bunga pinjaman. Dia menyarankan emiten menunda ekspansi hingga pasar modal kembali pulih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News