Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Status perlindungan utang (moratorium) PT Bumi Resources Tbk (BUMI) telah berakhir 24 Oktober 2015 lalu. Berdasarkan kesepakatan dengan kreditur dan pemegang obligasi (bond holder), BUMI memutuskan untuk tidak memperpanjang moratorium utang yang dilakukan Pengadilan Singapura tersebut.
"Moratorium yang sudah berakhir, dan diputuskan untuk tidak diperpanjang lagi," ujar Dileep Srivastava, Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI melalui pesan singkat kepada KONTAN, Senin (26/10).
Meski demikian, Dileep cukup yakin, tak diperpanjangnya moratorium tidak akan berdampak material terhadap negosiasi yang sedang dilakukan dengan para kreditur.
BUMI melalui tiga anak usahanya yaitu Bumi Capital Pte. Ltd., Bumi Investment Pte. Ltd., dan Enercoal Resources Pte. Ltd. sebelumnya mengajukan permohonan moratorium pada akhir 2014 atas utang obligasi senilai US$ 1,37 miliar. Pengadilan Singapura melarang pengalihan aset sejumlah anak usaha BUMI.
Moratorium itu seharusnya berakhir pada Mei 2015. Lalu, BUMI kembali mendapat perpanjangan moratorium selama lima bulan sampai 24 Oktober 2015 lalu. Dileep mengatakan, BUMI masih akan menunggu persetujuan final dengan para kreditur atas opsi restrukturisasi baru sejumlah utangnya.
Penjualan aset bukanlah pilihan utama BUMI untuk membayar utang. Dalam proposal baru yang diajukan BUMI kepada para kreditur pada awal bulan ini, BUMI ingin mengubah sebagian utang menjadi saham.
Salah satu skema yang diajukan, BUMI akan menambah saham baru tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (Non-HMETD) sebesar 32,5% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Saham baru itu akan ditukar dengan utang BUMI senilai US$ 1,9 miliar.
Direktur Keuangan BUMI Andrew Christopher Beckham sebelumnya mengatakan, harga saham baru tersebut akan berkisar di Rp 1.100 per saham. Nilai itu jauh di atas harga saham BUMI saat ini yang sebesar Rp 50 per saham.
Jika berjalan lancar, BUMI akan meminta persetujuan pemegang saham pada Desember mendatang. Dus, proses restrukturisasi ini bisa dieksekusi pada Januari tahun depan.
Utang senilai US$ 1,9 miliar yang akan dikonversi itu sebagian besar berasal dari utang China Investment Corporation (CIC) dan China Development Bank Corporation (CDB). Selain itu, ada pula sebagian surat utang senior BUMI dan pinjaman dari Castleford yang akan diubah menjadi saham.
Lalu, senilai US$ 1,2 miliar atau 42,3% dari pokok utang akan tetap menjadi utang di BUMI dalam bentuk Fasilitas Bergaransi Senior Baru. Fasilitas ini terbagi menjadi dua trance, masing-masing senilai US$ 600 juta dengan bunga 6% per tahun dan 9% per tahun. Kedua fasilitas ini bertenor lima tahun.
Reza Priyambada, Kepala Riset NH Korindo Securities mengatakan, jika BUMI tidak memperpanjang moratorium utang, maka utang BUMI di laporan keuangan tidak akan berkurang. Hal ini akan memberi resiko tambahan terhadap restrukturisasi utang BUMI.
"Belum ada kejelasan juga bagaimana persetujuan dari kreditur terhadap restrukturisasi ini. Mungkin, BUMI cukup yakin skema restrukturisasi baru yang diajukan akan disetujui kreditur," ujar Reza.
Kabar ini membuat saham BUMI kembali kandas di level Rp 50 per saham, setelah pada pekan sebelumnya saham BUMI sempat melejit tinggi. Reza mengatakan, sebelumnya investor sudah cukup yakin BUMI akan bisa menyelesaikan utangnya. "Namun, saat ini, nampaknya kepercayaan investor kembali pudar," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News