kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menakar kekuatan saham-saham lapis kedua


Senin, 12 Februari 2018 / 07:50 WIB
Menakar kekuatan saham-saham lapis kedua
ILUSTRASI. Layar Elektronik Pergerakan Saham di BEI


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah fluktuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sejumlah saham lapis kedua (second liner) masih tampil mentereng. Bahkan, saham lapis kedua turut menjadi pendorong di saat IHSG beberapa kali menyentuh rekor baru pada awal tahun 2018.

Sepanjang tahun ini, IHSG sudah naik 2,36% ke 6.505,52. Tapi, banyak saham lapis dua yang harganya naik lebih tinggi. Contoh, saham PT Timah Tbk (TINS) mencatatkan pertumbuhan harga sebesar 11,30%. Lalu, saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) sudah naik 14,78% dan saham PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) naik 20,57% dalam sebulan.

Di saat yang sama, valuasi saham bluechip dinilai sudah mahal dan pergerakan harganya mulai terbatas. Misalnya, saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM). Harga TLKM turun 4,36% dan harga GGRM turun 2,23% dalam waktu sebulan terakhir. Pada periode itu, total nilai penjualan bersih (net sell) investor asing di saham TLKM sudah mencapai Rp 1,9 triliun dan Rp 279,1 miliar di saham GGRM.

Tak heran, kondisi ini membuat beberapa reksadana saham yang memiliki portofolio saham second liner menerima berkah kinerja cukup tinggi. Bahkan, kinerjanya di atas rata-rata indeks reksadana saham pada bulan lalu.

Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, mengatakan, pada awal tahun ini, kinerja saham lapis kedua memang lebih baik dibandingkan saham blue chip. Terutama, saham sektor batubara seperti PT Delta Dunia Tbk (DOID) yang harganya telah mendaki 25,14% dalam sebulan. "Jadi investor cenderung akan tertarik ke second liner dulu," kata Hans, Jumat (9/2).

Kinerja saham sektor komoditas memang diprediksi akan tetap cemerlang sampai akhir kuartal I-2018. Setelah itu, ada potensi koreksi di kuartal II-2018, seiring berakhirnya musim dingin.

Lalu, Hans melihat sektor konstruksi masih didukung fundamental yang solid. Ini lantaran emiten sektor konstruksi akan banjir order kontrak baru dan memiliki arus kas yang lebih baik.

Achmad Yaki, analis BCA Sekuritas, mengatakan, investor bisa mempertimbangkan saham lapis kedua yang tak hanya murah, tapi juga punya fundamental yang bagus. Achmad menyarankan mencermati saham sektor perbankan, seperti PT Bank Permata Tbk (BNLI) dan PT BRI Agroniaga Tbk (AGRO).

Menurut dia, non performing loan (NPL) BNLI berpotensi turun. Sementara itu, AGRO memiliki rencana memperkuat modal dan melakukan rights issue untuk mengakuisisi bank lain. "Jadi masih disarankan buy BNLI dengan harga di atas Rp 700. Saat ini valuasinya masih murah," ujar Achmad. Lalu, untuk saham AGRO, ia memberi target harga Rp 650-Rp 725.

Sementara itu, di sektor batubara, Achmad juga merekomendasikan DOID dengan target harga Rp 1.200-Rp 1.275 per saham. Tak ketinggalan, ia juga merekomendasikan ERAA dengan target harga Rp 900-Rp 950. Menurut dia, kebijakan pemerintah untuk mengurangi transaksi impor telepon genggam secara ilegal akan membawa dampak positif pada ERAA.

Masih ada risiko

Namun, Hans tetap mengingatkan adanya fluktuasi tinggi di pasar saham. Hal ini lantaran masih ada kekhawatiran pasar terhadap rencana kenaikan suku bunga The Fed yang lebih agresif.

Di sisi lain, Achmad mengatakan, saham-saham blue chip tetap bisa menjadi pilihan investasi, selain saham-saham lapis kedua. William Surya Wijaya, Vice President Research Department Indosurya Sekuritas, juga bilang, saham blue chip tetap bisa jadi bantalan untuk meminimalisir risiko likuiditas.

Ia juga menyarankan agar investor lebih selektif dalam memilih saham-saham lapis kedua. Di saham jenis ini, William menyukai saham ADHI. Pasalnya, kinerja ADHI masih sejalan dengan fokus pemerintah membangun infrastruktur. Sehingga, pendapatan ADHI berpotensi melesat. Ia menargetkan beli saham ADHI, dengan target harga harga Rp 3.100 per saham.

Selain itu, William juga merekomendasikan saham PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dengan target harga Rp 3.000. Ini karena sektor barang konsumsi cukup defensif. "Tiap tahun, kinerja MYOR bertumbuh dan produknya diterima masyarakat," imbuh dia.

Pada sektor infrastruktur, William menjagokan saham PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dengan target harga Rp 7.400 per saham. Menurut dia, TBIG punya banyak ekspansi pembangunan menara telekomunikasi.

Hans menambahkan, saham lapis kedua yang menarik dikoleksi selain saham sektor batubara, ialah saham konstruksi BUMN, seperti PTPP, WIKA, dan WSKT.

Ia merekomendasikan PTPP dengan target harga Rp 4.000. Lalu, saham WIKA direkomendasikan beli dengan target harga akhir tahun Rp 2.900 per saham. Sementara itu, Hans memberi target harga Rp 3.000 per saham untuk saham WSKT hingga akhir tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×