kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Yuan devaluasi, obligasi rontok


Kamis, 13 Agustus 2015 / 06:11 WIB
Yuan devaluasi, obligasi rontok


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan, Wahyu Satriani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pasar obligasi domestik pada perdagangan Rabu (12/8) rontok, setelah Tiongkok secara tak terduga kembali mendevaluasi mata uangnya. Kebijakan ini menyebabkan nilai tukar rupiah terkapar ke Rp 13.912 per dollar Amerika Serikat. Ini berimbas terhadap kenaikan yield dan penurunan harga surat utang negara (SUN).

Data Inter Dealer Market Association (IDMA) pada Rabu (12/8) memperlihatkan, indeks harga obligasi pemerintah senilai 94,64, ini merupakan level terendah sejak Februari 2014. Sedangkan harga SUN seri acuan kompak menurun. Harga FR0068 dari hari sebelumnya 94,40, kemarin turun menjadi 93,35. FR0069 turun dari 99,1 menjadi 98,66. FR0070 turun dari 98,96 menjadi 97,80. Lalu FR0071 turun dari 100,19 menjadi 99,22.

"Devaluasi yuan tak terlalu berdampak ke korporasi, meskipun yield naik," ujar Maximilianus Nico Demus, Analis Fixed Income Samuel Sekuritas Indonesia, Rabu (12/8).

Depresiasi rupiah menekan potensi keuntungan di pasar SUN. Sehingga, dikompensasi dengan kenaikan yield. Menurut Analis BNI Securities I Made Adi Saputra, pelemahan rupiah memicu investor asing melepas kepemilikannya di SUN. Langkah tersebut dilakukan untuk mengurangi kerugian portofolio saat pelemahan rupiah.

Ini terlihat dari data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan yang menunjukkan kepemilikan investor asing di SUN berkurang menjadi Rp 540,49 triliun per 11 Agustus 2015 dibandingkan akhir pekan lalu senilai Rp 541,2 triliun.

Nico memperkirakan, pasar obligasi korporasi tertekan lebih dalam dibandingkan SUN. Pasalnya, terdapat risiko gagal bayar utang di obligasi korporasi. Selain itu, korporasi dengan bisnis yang terkait dengan perdagangan internasional bisa mengalami kerugian kurs akibat melemahnya rupiah.

"Apabila SUN melemah, maka obligasi korporasi akan lebih dalam," ujar dia. Analis IBPA Lili Indarli memperkirakan, tekanan di pasar obligasi masih akan berlangsung.

Ketidakpastian semakin meningkat seiring terjadinya currency war antara AS dan Tiongkok. "Devaluasi yang terlalu tajam juga dapat mengurangi daya saing produk ekspor Eropa dan negara lain di Asia," ujar Lili.

Di tengah kondisi ini, analis menyarankan investor menata kembali portofolio investasi di obligasi. Menurut Nico, investor bisa mengambil strategi wait and see. Investor jenis ini bisa bersiap membeli obligasi di harga rendah apabila ada dana tambahan.

"Strategi ini bisa dilakukan oleh investor dengan horizon investasi jangka panjang," kata Nico. Made menambahkan, investor jangka panjang bisa masuk ke tenor panjang seri FR0072 dan FR0067. Sedangkan investor jangka pendek bisa switching dari tenor panjang ke tenor pendek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×