kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Yield US Treasury Naik, Ini Efeknya ke Reksadana Pendapatan Tetap


Jumat, 21 Oktober 2022 / 10:56 WIB
Yield US Treasury Naik, Ini Efeknya ke Reksadana Pendapatan Tetap
ILUSTRASI. Yield US Treasury acuan tenor 10 tahun kembali menyentuh level tertinggi sejak Juni 2008.


Reporter: Aris Nurjani | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perburuan aset di Amerika Serikat (AS) saat Federal Reserve mengerek suku bunga makin ramai. Yield US Treasury acuan tenor 10 tahun kembali menyentuh level tertinggi sejak Juni 2008.

Jumat (21/10) pukul 10.50 WIB, yield US Treasury acuan 10 tahun berada di 4,26%. Imbal hasil surat utang negara AS ini naik dalam empat hari perdagangan berturut-turut.

Henry Buntoro, CFA, Head of Fixed Income STAR Asset Management mengatakan, kenaikan suku bunga AS secara umum akan memberikan sentimen negatif kepada harga instrumen obligasi dunia, termasuk instrumen obligasi dalam negeri dan reksadana pendapatan tetap. Tapi kondisi makro ekonomi Indonesia masih lebih baik setelah pandemi dan penerapan kebijakan fiskal yang hati-hati dari pemerintah, termasuk di antaranya membatasi kebijakan fiskal defisit 2023 maksimal 3%.

Baca Juga: 12 Fakta Mengejutkan Tentang Warren Buffett si Peramal dari Omaha

"Kami melihat instrumen obligasi masih akan diminati investor jangka panjang dan berpotensi memberikan peluang return yang baik, begitu juga dengan instrumen reksadana pendapatan tetap," kata Henry kepada Kontan.co.id, Kamis (20/10). 

Indeks Reksadana Pendapatan Tetap Infovesta membukukan return -0,79% sejak awal tahun hingga akhir September 2022.

Henry memperkirakan koreksi ini masih dapat berlanjut hingga akhir tahun. Dia memprediksi Indeks Reksadana Pendapatan Tetap Infovesta akan membukukan return 0%-2% hingga akhir tahun 2022. Sedangkan untuk semester pertama 2023, Henry melihat indeks berpotensi memberikan return 1%-3%.

Dia menyebut, STAR AM menempatkan dana investasi reksadana pendapatan tetap pada instrumen obligasi antara 80%-100%. Sedangkan sisanya ditempatkan pada instrumen deposito dengan maksimal penempatan sebesar 20%. Adapun instrumen obligasi yang diinvestasikan adalah obligasi dengan peringkat investment grade atau memiliki minimal rating BBB.  

Baca Juga: Kemarin Naik 2,5%, Simak Rekomendasi Saham Sektor Konsumsi Primer

Henry mengatakan akan tetap memfokuskan alokasi investasi pada instrumen obligasi korporasi karena ketidakpastian kondisi global dan kenaikan suku bunga.

"Kami mengutamakan alokasi pada tenor 2-5 tahun. Apabila tren kenaikan suku bunga sudah berhenti, kami dapat melakukan perubahan alokasi ke instrumen SBN," ujar dia. 

Sentimen yang mendukung saat ini adalah harga komoditas ekspor Indonesia yang tinggi. Ekspor komoditas membantu kondisi ekonomi Indonesia pulih lebih cepat setelah pandemi. 

Adapun kondisi yang menghambat adalah tren pengetatan likuiditas yang dilakukan oleh The Fed dan kekhawatiran akan resesi global yang akan terjadi tahun depan. Henry menyarankan untuk para investor reksadana sebaiknya menggunakan investasi reksadana pendapatan tetap sebagai investasi jangka menengah atau panjang dan menerapkan strategi investasi secara rutin (dollar cost averaging).

Baca Juga: Rupiah Melemah Lagi ke Rp 15.598 per Dolar AS, Jumat (21/10) Pagi

Sementara, Perencana Keuangan Oneshildt Agustina Fitria Aryani mengatakan, investor harus menyesuaikan investasi dengan tujuan. Jika investor memerlukan dana investasi jangka pendek kurang dari setahun, intrumen yang rendah risiko bisa dipilih.

Instrumen ini misalnya deposito untuk beberapa bulan ke depan. Selain lebih pasti hasilnya, deposito tidak terpengaruh pergerakan pasar. 

Namun, investor perlu memilih bank yang sehat dan tidak melebihi suku bunga maksimum penjaminan LPS yaitu saat ini di 3,75% untuk bank umum. 

Baca Juga: Makin Murah, Harga Emas Tertekan Kenaikan Yield US Treasury dan Dolar AS

Fitri menambahkan jika jangka waktu investasinya masih panjang (lebih dari 10 tahun), bisa lebih fleksibel dalam memilih produk investasi asalkan konsisten terus melakukan investasi dan direview secara berkala. Menurut Fitri, peningkatan suku bunga acuan akan berdampak pada kenaikan yield surat berharga sehingga harganya turun.

"Ini adalah waktu yang tepat untuk membeli, dengan tetap memperhatikan harga dan jangka waktu yang sesuai dengan tujuan keuangan," tutur dia. Fitri mengingatkan untuk selalu tetap melakukan diversifikasi risiko pada instrumen yang memiliki korelasi negatif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×