Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hati-hati bila Anda mendapat tawaran investasi dari platform layanan urun dana (equity crowdfunding) yang belum sempat mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebelum tergiur, baiknya cek legalitas dan izin usahanya, agar bisnis terasa aman dan lancar.
Belum lama ini, salah satu pemegang saham di 15 merek Juara Grup, Eni Suhartini, baru mengetahui bahwa dana yang dia investasikan ke bisnis kuliner milik Juara Grup mendapat campur tangan dari PT Urunmodal Dot Com (Urunmodal). Sayangnya, Urunmodal hingga saat ini belum memiliki izin usaha dari OJK.
Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi atau Satgas Waspada Investasi per November 2019 mengeluarkan daftar investasi bodong dan menghentikan dua equity crowdfunding, yaitu PT Urunmodal Dot Com dan Invez.id.
Meski Urunmodal sudah mendapat teguran dari OJK sejak November 2019, di Desember 2019, Urunmodal masih menjadi perantara investasi Eni pada kepemilikan 5 saham Ruko AGJ JABABEKA senilai Rp 5 juta. Hal ini seperti tertera pada Surat Keputusan Porsi Saham Kepemilikan Ruko AGJ Jabebeka yang keluar pada 18 Desember 2019 dan ditandatangani CEO Urunmodal Rizqi Pangestu Aji.
Baca Juga: Sebanyak 126 pinjol ilegal terjaring, berikut modus baru yang perlu diwaspadai
Selain itu pada 11 Desember 2019 Eni juga sempat mengirim uang senilai Rp 2 juta ke nomor rekening Urunmodal untuk investasi Warteg Bahagia dari Juara Grup. Hingga Juni 2020, dalam grup whatssapp Eni juga masih menemukan tawaran investasi kepemilikan saham bisnis kuliner yang turut menyatakan ada fee 3% untuk Urunmodal untuk setiap transaksi jual beli saham tersebut.
Rizqi mengonfirmasi bahwa benar Urunmodal tidak memiliki izin dari OJK. Meski belum mendapat izin, Rizqi mengatakan tetap memproses transaksi jual beli kepemilikan saham secara personal.
"Proses perizinan Urunmodal masih saya coba selesaikan, awalnya saya menargetkan proses perizinan selesai di Juli 2020 tetapi tertunda karena OJK melakukan moratorium pemberian izin semenjak pandemi," kata Rizqi.
Baca Juga: Prospek investasi equity crowdfunding akan melejit selepas pandemi
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan moratorium alias penghentian pemberian izin usaha equity crowdfunding sifatnya hanya sementara karena pandemi Covid-19. Disamping itu, Sekar menegaskan kegiatan equity crowdfunding harus memiliki izin OJK terlebih dahulu sebelum beroperasi.
Kegiatan equity crowdfunding sudah diatur dalam POJK Nomor 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding) yang disahkan sejak 31 Desember 2018. Pada pasal 71 mengatakan dengan jelas bahwa penyelenggara yang telah melakukan kegiatan layanan urun dana sebelum peraturan OJK ini diundangkan dilarang membuat kontrak baru dengan penerbit, kecuali penyelenggara telah memperoleh izin dari OJK.
Sejauh ini equity crowdfunding yang sudah memiliki izin adalah PT Santara Daya Inspuratama (Santara), PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare), dan PT CrowdDana Teknologi Indonusa (CrowdDana).
Baca Juga: Memburu cuan sekaligus membantu UKM lewat equity crowdfunding
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing kembali menegaskan penyelenggara yang melakukan layanan urun dana wajib memiliki izin usaha dari OJK. Selain itu, penyelenggara layanan urun dana harus berbentuk badan hukum Indonesia, seperti Perseroan Terbatas (PT) atau koperasi, bukan perorangan. Dengan demikian jika ada kegiatan penyelenggaraan equity crowdfunding yang tidak mengikuti ketentuan seperti penyelenggaranya tidak berbentuk badan hukum apalagi tidak memiliki izin usaha, tentu menjadi tidak legal maupun logis.
"Sebelum melakukan investasi, masyarakat cek 2L (Legal dan Logis). Legal artinya masyarakat perlu teliti legalitas lembaga dan produknya. Cek juga apakah barang/jasa yang ditawarkan bisa dilakukan dengan skema yang digunakan. Perlu dicek lebih jauh apabila entitasnya mengaku sudah punya izin, sudah sesuai atau belum izin usahanya dengan apa yang ditawarkan," jelas Tongam.
Baca Juga: Mulai berkembang tahun 2016, begini kondisi fintech Indonesia hingga kuartal II-2020
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News