Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Nilai tukar ringgit yang berbalik menguat serta kekhawatiran turunnya permintaan menahan penguatan harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO). Kamis (16/2) pukul 17.00 WIB, harga CPO kontrak pengiriman April 2017 di Malaysia Derivative Exchange terkikis 1,4% menjadi RM 3.024, setara US$ 679,35 per metrik ton. Dalam sepekan terakhir, harganya pun melemah 1,4%.
Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menjelaskan, koreksi dipicu oleh penguatan ringgit Malaysia terhadap dollar AS. Sejak akhir Januari 2017, harga CPO juga terbebani proyeksi kenaikan produksi Indonesia tahun ini.
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan produksi CPO dalam negeri di 2016 mencapai 31,5 juta ton. Nah, tahun ini, GAPKI memperkirakan produksi CPO meningkat ke angka 35,5 juta ton. "Jika produksi naik tetapi permintaan global belum pulih, maka pasokan akan naik dan menjadi sentimen negatif bagi CPO," kata Deddy.
Sinyal melemahnya permintaan terlihat dari ekspor CPO Indonesia ke China yang anjlok 19% menjadi 3,99 juta ton tahun lalu. Negeri Tirai Bambu itu memilih lebih banyak mengimpor minyak kedelai ketimbang minyak sawit.
Lalu, Solvent Extractors Association of India, yang merupakan asosiasi pengusaha minyak sayur di India, merilis impor CPO India di Januari susut 12% jadi 608.762 metrik ton dibanding periode sama tahun sebelumnya. Belum lagi, produksi tanaman biji-bijian penghasil minyak nabati di India cukup baik, sehingga bisa menyokong pasokan dalam negeri. Imbasnya, pembelian minyak dari luar negeri berkurang.
Di samping itu, ancaman kenaikan pajak di berbagai negara juga berpotensi menekan harga. Misal, di Prancis ada wacana memberlakukan pajak progresif bagi CPO asal Indonesia. Meski rencana ini dibatalkan, tidak menutup kemungkinan bisa diberlakukan kembali.
Untuk mengimbangi kelebihan pasokan, pemerintah telah mendorong program B20, yakni pencampuran 20% biodiesel dalam bahan bakar solar. Target penggunaan CPO pada program ini mencapai 4,5 juta ton per tahun.
Bergantung pada ringgit
Agus Chandra, Research and Analyst Monex Investindo Futures, menambahkan, selain membengkaknya produksi dari Indonesia, rencana Malaysia menaikkan biaya ekspor CPO turut jadi beban.
Walau begitu, harga CPO masih mendapat dukungan dari pelemahan ringgit Malaysia. Apalagi bila suku bunga The Fed benar-benar naik, maka kurs dollar AS akan menguat. "Tapi, harga CPO juga terkena sentimen negatif turunnya permintaan dan harga minyak mentah," papar Agus.
Hingga akhir kuartal pertama, Agus memperkirakan harga CPO masih bergerak di kisaran RM 3.000 per metrik ton. Dalam jangka pendek, pergerakan CPO juga tergantung pada nilai tukar ringgit serta pergerakan minyak.
Dari sisi teknikal, Agus melihat harga CPO bergulir di bawah moving average (MA) 50 namun di atas MA100 dan MA200. Indikator moving average convergence divergence (MACD) bergerak di area negatif 20. Stochastic turun di level 27,8 dan relative strength index (RSI) tergerus ke level 34,5 namun belum oversold. Jadi, masih ada potensi tekanan berlanjut.
Karena itu, Agus memprediksi harga CPO hari ini (17/2) melemah dan bergerak pada kisaran RM 2.980-RM 3.100 per ton. Sedangkan Deddy memperkirakan CPO terus melemah dan bergerak di rentang RM 3.000-RM 3.130 per ton dalam sepekan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News