Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Yuwono Triatmodjo
Tren kenaikan harga saham PT Garda Tujuh Buana Tbk (GTBO) mungkin tinggal kenangan. Tahun lalu, GTBO sempat menyeruak di tengah melempemnya saham batubara lain. Harga GTBO bahkan pernah menyentuh level tertingginya yakni senilai Rp 7.300 per saham.
Masa indah itu tentu bakal cepat berlalu. Sejak pertengahan Maret 2013, harga saham GTBO terus tersungkur. Puncaknya, harga GTBO mencapai level Rp 2.200 per saham di tanggal 21 April 2013. Bursa Efek Indonesia (BEI) kemudian menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham GTBO hingga sekarang.
Tersungkurnya harga saham GTBO tidak terlepas dari persoalan kontrak penjualan batubara sebanyak 10 juta metrik ton dengan Agrocom Ltd. Pada 23 Mei 2013, GTBO mengumumkan kabar mengejutkan: kontrak dengan Agrocom telah dibatalkan karena kondisi industri batubara yang masih buruk.
Ini jelas bakal membuat kinerja keuangan GTBO tersungkur. Pasalnya, kontrak dengan Agrocom merupakan pundi-pundi cuan utama yang membikin kinerja keuangan GTBO melesat tinggi di tengah memburuknya industri batubara global.
Sekadar kilas balik, kontrak dengan Agrocom ditandatangani pada 14 Juni 2012 dan seharusnya baru berakhir 30 April 2015. Nilai total kontrak mencapai US$ 250 juta yang akan dibayarkan dalam tiga tahap.
GTBO telah menerima pembayaran tahap I senilai Rp 711,15 miliar atau setara US$ 75 juta dari Agrocom. Pembayaran tersebut kemudian dibukukan sebagai penjualan atas hak pemasaran (sales of marketing rights).
Pembukuan itu bahkan sudah dilakukan sejak laporan keuangan GTBO per Juni 2012. Pos itulah yang membikin kinerja keuangan GTBO melesat tinggi, padahal emiten batubara lain tengah sekarat.
Ambil contoh kinerja keuangan GTBO per Juni 2012. Akibat pembayaran kontrak dari Agrocom, GTBO meraih kenaikan pendapatan 3.075% year on year (yoy) menjadi Rp 1,15 triliun. Imbasnya, laba bersih GTBO di semester I-2012 turut melambung 7.294% yoy menjadi Rp 939,81 miliar.
Kondisi serupa tercantum dalam laporan keuangan per 30 September 2012, pendapatan GTBO melambung 823,78% yoy menjadi Rp 1,5 triliun. Sementara Laba bersih GTBO per 30 September 2012 juga melambung 1.000% yoy menjadi Rp 1,18 triliun.
Dalam penjelasan kepada BEI per 31 Mei 2013, manajemen GTBO menyatakan pembatalan kontrak tersebut membuat pengakuan penjualan atas hak pemasaran senilai Rp 711,15 miliar ikut batal. GTBO bahkan harus mengakui utang usaha kepada Agrocom senilai 90% dari Rp 711,15 miliar.
Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia menilai, ada yang tidak beres dengan pembatalan kontrak yang dilakukan GTBO. "Bagaimana mungkin kontrak yang sangat besar itu dengan mudah dibatalkan!" ujar Satrio, Jumat (7/6).
Kondisi ini jelas mengharuskan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI turun tangan lebih dalam. Pihak regulator harus mengusut tuntas hingga kontrak tersebut bisa dibatalkan padahal sudah diakui di laporan keuangan GTBO.
Pengusutan tersebut penting dilakukan sebagai bentuk perlindungan kepada investor khususnya ritel. Bagaimana tidak, tentu banyak investor ritel yang rugi besar akibat ambrolnya harga saham GTBO belakangan ini.
"Mereka yang ambil di harga Rp 5.000 ke atas cut loss-nya sangat besar karena harga GTBO terus turun," jelas Satrio. Harga saham GTBO bahkan diprediksi akan melanjutkan koreksi jika nantinya BEI membuka suspensinya.
Kondisi ini sedikit banyak menghadirkan kecurigaan publik akan tata kelola perusahaan GTBO. "Jangan-jangan pembeli batubara GTBO itu teman-temannya sendiri, sehingga mereka cuma ingin ambil untung sesaat," tutur Satrio.
Pihak manajemen GTBO sendiri enggan terlalu banyak berkomentar mengenai pembatalan kontrak dengan Agrocom maupun masa depan kinerja keuangan GTBO selanjutnya. Rinaldi, Sekretaris Perusahaan GTBO menolak menginformasikan apakah GTBO sudah mendapatkan pengganti Agrocom sebagai pembeli batubaranya ataukah belum.
"Itu kewenangan direksi untuk mengumumkannnya," imbuh dia kepada KONTAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News