Reporter: Dina Farisah | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) bertengger di posisi tertinggi sejak Oktober 2012. Akhir pekan lalu, harga CPO untuk pengiriman Mei 2014 di Bursa Derivative Malaysia ditutup stabil di level RM 2.755 atau setara US$ 835,68 per metrik ton.
Jika dibanding akhir tahun lalu, harga minyak nabati ini pun sudah melesat 3,6%.
Reli harga juga terjadi di dalam negeri. Jumat (21/2), harga CPO pengiriman April 2014 di Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia (BKDI) menjejak level Rp 10.540 per kg, atau naik 1,6% dari akhir 2013.
Analis PT Megagrowth Futures, Wahyu Tribowo Laksono bilang, setidaknya ada tiga faktor pemicu lonjakan harga CPO. Pertama, tren komoditas yang kini sedang menanjak, lantaran dollar AS tertekan. Kedua, kondisi perekonomian global yang relatif membaik. Akibatnya, permintaan CPO meningkat.
Padahal, saat ini hasil produksi CPO tidak sebanyak permintaan, karena faktor musim penghujan di dua negara produsen terbesar minyak sawit, yaitu Indonesia dan Malaysia. "Ini menyebabkan persediaan berkurang, sehingga mengerek harga,” ungkap Wahyu.
Faktor lain pendorong kenaikan harga CPO, yaitu melambungnya harga minyak kedelai. Maklum, keduanya adalah produk substitusi.
Potensi koreksi
Menurut Wahyu, tren kenaikan harga CPO akan berlanjut. Saat ini, harga CPO sedang menuju level ressistance berikutnya, yaitu di RM 2.800. Jika ressistance berhasil ditembus, harga akan kembali berkonsolidasi di area RM 2.800-RM 3.250 per ton sepanjang semester I-2014.
Secara teknikal pun, Wahyu masih melihat ruang kenaikan harga dalam sepekan ini. Posisi moving average masih berada di zona positif. Stochastic berada di atas 80%, dan relative strength index (RSI) berada di level 60%, yang masing-masing mengindikasikan kenaikan.
Namun, analis pasar komoditas, Ibrahim bilang, kenaikan harga minyak sawit saat ini hanya bersifat sementara. Reli lebih ditopang pernyataan Perdana Menteri Turki yang secara khusus meminta Indonesia meningkatkan ekspor CPO ke negaranya.
Adapun, secara fundamental, Ibrahim menilai, harga CPO akan kembali koreksi, mengingat sejumlah data ekonomi China melambat. Fokus pasar akan kembali pada kondisi China. Maklum, negara ini merupakan pengonsumsi minyak sawit terbesar dunia. Apalagi, Bank Dunia memprediksi, pertumbuhan ekonomi China tahun ini sekitar 7,5%, lebih rendah dibanding tahun lalu, yaitu sebesar 7,6%.
Selain itu, ekonomi AS juga belum terkonfirmasi pulih. The Federal Reserve berkomitmen mengurangi stimulus. "Ini bisa menguatkan dollar, sehingga membatasi laju harga komoditas," kata Ibrahim.
Makanya, ia memprediksi, pekan ini, harga CPO akan cenderung turun, dan bergulir di kisaran RM 2.527-RM 2.580 per MT. Sedangkan, Wahyu menduga, pekan ini, harga CPO bergerak antara RM 2.700-RM 2.800 per MT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News