Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks utama Wall Street mengalami penurunan pada Senin (3 Maret 2025), membalikkan kenaikan pra-pasar setelah data menunjukkan bahwa pesanan baru di pabrik AS turun pada Februari.
Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa tarif impor yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump dapat menekan produksi manufaktur.
Dampak Data Ekonomi terhadap Pasar Saham
Sebuah survei dari Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan bahwa sektor manufaktur tetap stabil pada Februari. Namun, indikator pesanan baru yang bersifat prospektif mengalami kontraksi dari 55,1 pada Januari menjadi 48,6 pada Februari. Penurunan ini menandakan kekhawatiran investor terhadap perlambatan ekonomi.
Pada pukul 10:18 pagi waktu setempat, indeks utama Wall Street tercatat mengalami koreksi:
-
Dow Jones Industrial Average (.DJI) turun 31,77 poin (-0,07%) ke 43.809,67.
-
S&P 500 (.SPX) melemah 22,52 poin (-0,38%) ke 5.931,98.
-
Nasdaq Composite (.IXIC) anjlok 145,65 poin (-0,78%) ke 18.700,59.
Sektor teknologi mengalami tekanan paling besar di antara 11 sektor dalam S&P 500, dengan penurunan sebesar 1,5%, terutama akibat kejatuhan saham Nvidia (NVDA.O) yang anjlok 5%. Sektor industri dan energi juga mengalami pelemahan masing-masing 0,1% dan 0,5%.
Baca Juga: Boeing Gagal Tepati Janji, Proyek Pengadaan Air Force One Baru Molor hingga 2029
Laporan terbaru menunjukkan adanya pelemahan permintaan konsumen yang memicu kekhawatiran akan perlambatan ekonomi. Pasar juga bersiap menghadapi tekanan inflasi yang lebih tinggi seiring dengan implementasi penuh kebijakan tarif Presiden Trump.
Februari 2025 menandai penurunan bulanan pertama bagi indeks utama Wall Street. Nasdaq bahkan hampir memasuki fase koreksi dengan penurunan mendekati 10% dari level tertingginya. Penyebab utama dari pelemahan ini adalah kekhawatiran pasar terhadap dampak kebijakan tarif Trump.
Tarif 25% pada Impor Kanada dan Meksiko
Batas waktu pada Selasa mendatang akan mengakhiri jeda satu bulan bagi tarif 25% yang diberlakukan Trump atas impor dari Kanada dan Meksiko. Namun, pernyataan Menteri Perdagangan Howard Lutnick pada Minggu lalu memunculkan ekspektasi bahwa tarif ini mungkin akan lebih rendah dari yang sebelumnya diancamkan.
"Sebagian besar pelaku pasar masih menganggap tarif ini lebih sebagai taktik negosiasi dibandingkan kebijakan permanen," kata Sam Stovall, kepala analis investasi di CFRA Research. "Tujuan utamanya adalah untuk mendorong perubahan dalam hubungan dagang, bukan menghentikan perdagangan sepenuhnya."
Fokus Investor pada Kebijakan Federal Reserve dan Data Ekonomi
Federal Reserve telah mempertahankan suku bunga sejak Desember dalam menghadapi inflasi yang tetap tinggi. Namun, data ekonomi yang akan dirilis pekan ini dapat memengaruhi arah kebijakan bank sentral tersebut.
Investor juga menantikan rilis data terkait sektor jasa dan tenaga kerja yang dijadwalkan sepanjang pekan ini. Saat ini, para pedagang telah meningkatkan ekspektasi terhadap siklus pelonggaran moneter The Fed pada 2025, dengan memperkirakan setidaknya dua kali pemangkasan suku bunga masing-masing sebesar 25 basis poin hingga Desember.
Baca Juga: Elon Musk dan Robert Kiyosaki Peringatkan Amerika Serikat di Ambang Kebangkrutan
Trump juga mengancam akan memberlakukan tarif tambahan sebesar 10% pada impor dari China mulai Selasa. Laporan terbaru menunjukkan bahwa Beijing kemungkinan akan merespons dengan langkah balasan berupa pembatasan impor produk pertanian dari AS.
Saham perusahaan China yang terdaftar di AS melemah setelah laporan tersebut:
-
Nio turun 4,7%.
-
JD.com melemah 2,6%.
Di sisi lain, saham Tesla (TSLA.O) menguat 0,7% setelah Morgan Stanley kembali menetapkan perusahaan sebagai "top pick" dalam sektor otomotif AS. Sementara itu, saham kripto seperti MicroStrategy (MSTR.O) melonjak 4%, dan Coinbase (COIN.O) naik 2,5% setelah Trump mengumumkan rencana penyimpanan cadangan aset digital.
Saham Intel (INTC.O) juga mengalami kenaikan 2% setelah laporan bahwa Nvidia (NVDA.O) dan Broadcom (AVGO.O) sedang melakukan uji coba produksi dengan perusahaan tersebut.
Statistik Perdagangan Saham di Bursa AS
Di Bursa Efek New York (NYSE), jumlah saham yang naik lebih banyak dibandingkan yang turun dengan rasio 1,49:1. Sementara di Nasdaq, jumlah saham yang turun lebih banyak dengan rasio 1,24:1.
-
S&P 500 mencatat 54 saham menyentuh level tertinggi dalam 52 minggu terakhir, sedangkan lima saham mencapai level terendah.
-
Nasdaq Composite mencatat 39 saham menyentuh level tertinggi baru, sementara 143 saham mengalami level terendah baru.
Selanjutnya: Di Tengah Kenaikan IHSG, Asing Banyak Melego Saham-Saham Ini, Senin (3/3)
Menarik Dibaca: Simak Inisiatif Vinilon Group dalam Mendukung Keberlanjutan Lingkungan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News