Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID -NEW YORK. Setelah dibuka melemah, Wall Street berhasil mencatatkan penguatan di akhir perdagangan. Potensi kenaikan permintaan minyak mentah yang mendorong harga minyak jadi sentimen positif di tengah data penjualan ritel serta kembali panasnya hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Amerika Serikat (AS).
Jumat (15/5), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup menguat 60,08 poin atau 0,25% menjadi 23.685,42, S&P 500 naik 11,2 poin atau 0,39% ke level 2.863,7 dan Nasdaq Composite menambahkan 70,84 poin atau 0,79% menjadi 9.014,56.
Enam dari 11 sektor pada indeks utama S&P ditutup lebih tinggi, dipimpin oleh kenaikan pada sektor layanan komunikasi yang terangkat 1,3%. Sektor utilitas mengalami koreksi terdalam setelah turun 1,4% diikuti oleh penurunan pada saham keuangan yang sebesar 0,7%.
Baca Juga: Wall Street anjlok terseret penjualan ritel AS yang mencatat kinerja terburuk
Walau berhasil menguat pada penutupan akhir pekan ini, ketiga indeks utama tersebut masih mencatatkan penurunan secara mingguan.
Untuk minggu ini S&P 500 turun 2,3%, untuk penurunan mingguan terbesar sejak minggu 20 Maret. Dow turun 2,7% untuk minggu ini sementara Nasdaq turun 1,2%, menandai penurunan mingguan terbesar sejak minggu yang berakhir 3 April.
"Hari ini sangat banyak tentang pertempuran faktor-faktor yang saling bertentangan," kata Ed Perks, Chief Investment Officer Franklin Templeton.
Dia menambahkan, bahwa hari ini pergerakan bursa saham AS cenderung loyo setelah perdagangan seminggu yang panjang.
Terlebih pada awal perdagangan, sebenarnya bursa saham AS telah mendapat tekanan dari data ekonomi yang suram setelah penjualan ritel dan output manufaktur Negeri Paman Sam jatuh ke rekor terendah karena kebijakan lockdown yang dilakukan pada bulan April.
Departemen Perdagangan AS mengatakan, penjualan ritel yang merupakan bagian penting dari ekonomi, jatuh 16,4% pada bulan April lalu. Ini menjadi penurunan terbesar sejak pemerintah mulai menghitung penjualan ritel pada tahun 1992.
"Dari buruk menjadi lebih buruk menjadi terburuk, ekonomi AS berada di tengah-tengah kejatuhan ekonomi langsung," kata analis pasar Christopher Vecchio dari Dailyfx.com.
Baca Juga: The Fed sebut real estate komersial dan bank paling terpukul akibat virus corona
Data ekonomi yang lebih ini datang bersamaan dengan kembali memanasnya hubungan dagang antara AS dan China. Presiden AS Donald Trump kembali jadi pematik ketegangan setelah memblokir pengiriman semikonduktor Huawei Technologies, produsen chip global.
Aksi ini memacu kekhawatiran serangan balasan yang akan dilakukan China selanjutnya. Pemerintah Tirai Bambu dilaporkan siap menempatkan sejumlah perusahaan AS pada daftar entitas yang tidak dapat dipercaya.
Kombinasi dari ketegangan perdagangan dan data yang lemah sempat mengirim indeks S&P 500 turun 1,3% di awal sesi, tetapi untuk sebagian besar sesi sore itu terombang-ambing antara wilayah positif dan negatif.
"Kami mendapat kegelisahan Jumat pada perdagangan China tetapi sore ini pasar mengalihkan fokusnya pada potensi pembukaan ekonomi kembali," kata John Augustine, kepala investasi di Huntington National Bank di Columbus, Ohio.
Baca Juga: Balas AS, China masukkan Apple dkk ke daftar perusahaan tidak bisa dipercaya
"Kami memukul pada pertengahan Mei dan berpikir ini mungkin yang terburuk dari angka-angka ekonomi. Ada kemungkinan mereka mulai perlahan-lahan berubah positif," kata Augustine mengutip langkah-langkah oleh sebagian besar negara bagian untuk membuka kembali sebagaian perekonomian mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News