kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.325.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Walau kinerja keuangan tahun 2018 menurun, saham LSIP masih layak beli


Senin, 11 Maret 2019 / 20:06 WIB
Walau kinerja keuangan tahun 2018 menurun, saham LSIP masih layak beli


Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja keuangan PP London Sumatera Tbk merosot akibat tekanan harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) yang berpengaruh terhadap lini bisnis utama emiten berkode LSIP tersebut.

Di tahun lalu, pendapatan LSIP tercatat turun 15,2% (yoy) menjadi Rp 4,02 triliun. Di periode yang sama, laba bersih emiten ini tergerus hingga 54,8% (yoy) menjadi Rp 331,4 triliun.

Analis Panin Sekuritas Rendy Wijaya mengatakan, tren koreksi harga CPO mendorong penurunan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) milik LSIP hingga 16% pada tahun lalu. Rendahnya ASP membuat kinerja emiten ini kurang maksimal. Apalagi, kontribusi terbesar pendapatan perusahaan berasal dari produksi CPO sebanyak 91,4%.

LSIP sendiri masih cukup gencar memproduksi CPO kendati harga komoditas ini tengah lesu. Lihat saja, produksi CPO LSIP mencapai 453.168 ton pada 2018 alias meningkat 16,4% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang mentok di angka 389.357 ton.

Rendy menjelaskan, salah satu penyebab produksi CPO LSIP masih tergolong masif lantaran emiten ini menjalankan roda bisnis secara terintegrasi. Dalam hal ini, LSIP secara konsisten menjual CPO ke induk usahanya, yaitu PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) untuk kemudian diolah menjadi produk turunan seperti minyak goreng.

“Karena LSIP memiliki pihak yang menjadi pelanggan tetap, emiten ini masih bisa memperoleh laba walau nilainya turun,” paparnya, Senin (11/3).

Kinerja LSIP memang masih cukup bergantung dari arah pergerakan harga CPO global. Upaya optimalisasi lini bisnis lain seperti karet juga belum membuahkan hasil. Hal ini terlihat dari volume penjualan karet LSIP yang turun dari 11.015 ton di 2017 menjadi 9.096 ton di 2018.

Kontribusi pendapatan LSIP dari penjualan karet pun hanya 4,8% di tahun lalu. Hasil ini turun dari tahun sebelumnya yang berada di level 5,9%.

Menurut Rendy, lini bisnis produksi karet belum bisa terlalu diandalkan oleh LSIP sebagai alternatif di samping produksi CPO. Bisnis karet LSIP sangat bergantung dari permintaan dari sektor otomotif di luar negeri yang cenderung melambat akibat sentimen perang dagang. “Harga karet dunia juga tidak berada dalam tren yang positif,” ujar dia.

Terlepas dari itu, Rendy tetap merekomendasikan beli saham LSIP dengan target harga Rp 1.600 per saham. Valuasi yang terbilang murah dan fakta bahwa LSIP tidak mencatatkan utang dana di tahun lalu menjadi alasan saham emiten ini masih menarik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×