Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kekhawatiran pemulihan ekonomi yang lambat akibat munculnya virus jenis baru di Inggris, berdampak pada penurunan harga minyak mentah global. Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Selasa (22/12) harga minyak west texas intermediate (WTI) tercatat koreksi 1,27% ke level US$ 47,36 per barel. Sedangkan untuk jenis Brent Crude tercatat turun 1% ke level US$ 50,40 per barel.
Presiden Komisioner HFX Sutopo Widodo mengungkapkan, penurunan harga minyak yang lebih dalam karena mutasi virus jenis baru. Apalagi, virus tersebut diklaim menyebar lebih cepat dan lebih ganas.
Sementara itu, Inggris memberlakukan pembatasan, bahkan Eropa lebih ketat. Hal tersebut memicu kekhawatiran tentang pemulihan yang lebih lambat dan berakibat permintaan bahan bakar menurun.
"Intinya, laporan dari jenis baru virus corona telah membebani sentimen risiko dan minyak. Pembatasan mobilitas baru di seluruh Eropa tidak membantu, karena permintaan minyak Eropa akan melemah," jelas Sutopo kepada Kontan.co.id, Selasa (22/12).
Baca Juga: Varian virus baru di Inggris menekan harga minyak hingga awal 2021
Di samping itu, Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak dalam pernyataannya telah menimbulkan ketegangan baru dan berdampak pada harga minyak. Alhasil, itu berpotensi menjadikan pemulihan pasar minyak global terjadi lebih lambat dari perkiraan sebelumnya dan dapat memakan waktu dua hingga tiga tahun.
Apalagi, Sutopo mengungkapkan jenis virus baru memiliki kekuatan 70% penularan lebih ganas dari sebelumnya, sehingga lebih rentan bagi kesehatan manusia. Lebih banyak negara menutup perbatasan mereka ke Inggris pada Senin (21/12), sekaligus menyebabkan kekacauan perjalanan dan meningkatkan prospek kekurangan pangan di Inggris.
Selain itu, strain virus baru telah terdeteksi di negara lain, termasuk Australia, Belanda dan Italia. Alhasil, pembatasan perjalanan selama beberapa minggu ke depan akan mempersulit rencana OPEC + untuk secara bertahap meningkatkan produksi dan pertemuan bulanan akan sangat tegang dan menjaga harga minyak tetap tidak stabil sampai penyebaran virus terkendali di Eropa dan AS.
Baca Juga: Masih ada pandemi, begini gambaran anggaran belanja Saudi, Uni Eropa dan AS di 2021
Namun, dengan meningkatnya manufaktur dan aktifitas produksi ke depan, Sutopo optimistis itu akan tetap mendukung harga minyak ke depan, walaupun kisarannya masih di ambang US$ 50 per barel. Bagaimanapun, Sutopo menekankan bahwa energi fosil akan ditinggalkan dan menuju energi terbarukan. "Jadi menurut prediksi kita, komoditas yang memiliki nilai justru datang dari komoditas tembaga, nikel dengan isu lingkungan dan tingkat emisi," tandasnya.
Prediksi dia, tahun depan harga minyak mentah akan bergerak di kisaran support terdekat US$ 42,05 per barel dengan resistance US$ 54,35 per barel. Rekomendasi dari Sutopo, investor bisa melakukan jual saat harga mendekati resistance dan memilih buy atau beli saat mendekati support ataupun di level saat ini.
Baca Juga: Wabah Covid-19 dan turunnya permintaan membebani industri migas tahun ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News