Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Ruisa Khoiriyah
JAKARta. Beban utang masih menjadi momok yang membayangi PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP). Lembaga pemeringkat global Standard and Poor\'s (S&P) menurunkan peringkat utang jangka panjang UNSP dari semula CCC+ menjadi CC.
Alasan pengguntingan rating adalah Bakrie belum memiliki rencana yang jelas untuk melunasi utang yang segera jatuh tempo. Vishal Kulkarni, analis S&P berpendapat, manajemen Bakrie lamban memfinalisasi penyelesaian utang obligasi berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) senilai US$ 150 juta.
Sedikit kilas balik, pada Juni 2007 lalu, AI Finance BV yang 100% sahamnya dimiliki Agri International Resources Pte Ltd (AIRPL) menerbitkan obligasi senilai US$ 150 juta. Bakrie menguasai 99,02% saham AIRPL. Utang itu berbunga 10,87% dengan harga penerbitan 95,81%, akan jatuh tempo pada 15 Juli 2012.
"Penundaan pembayaran secara substansial akan meningkatkan risiko default bagi AIRPL juga terhadap UNSP," ujar Vishal dalam pernyataan resminya, Rabu (27/6).
Peringkat AIRPL juga terpangkas ke level sama. S&P akan memantau perkembangan penyelesaian utang Bakrie hingga tiga pekan mendatang. "Kami bisa menurunkan peringkat UNSP dan AIRPL hingga level D, jika utang tidak dibayar pada 15 Juli 2012 nanti," kata Vishal.
Sebaliknya, jika anak usaha Grup Bakrie itu berhasil menyelesaikan kewajibannya itu, peringkat emiten perkebunan itu akan naik.
Pengelola Bakrie dikabarkan tengah mencari utang ke untuk refinancing pinjaman yang akan jatuh tempo itu. Namun, manajemen UNSP masih menutup mulut tentang rencana menutup utang lama dengan utang baru. Alasannya, perseroan masih dalam masa black period.
Dijauhi investor
Wilson Sofan, analis Reliance Securities, menilai, penurunan peringkat tentu menjadi sentimen jelek terhadap saham UNSP. "Saat ini, saham UNSP sudah tidak diminati. Ini terlihat dari tren harga yang terus turun," ujar dia.
Pada penutupan perdagangan Kamis (28/6), harga saham UNSP melemah 2,2% menjadi Rp 178 per saham. Harga itu sudah anjlok 68% dari harga di awal tahun ini.
Isu penurunan rating ditambah kondisi fundamental yang juga terpuruk, makin menekan pamor UNSP. Laba bersih Bakrie untuk kuartal I-2012 senilai Rp 84,07 miliar, atau anjlok 63,7% year-on-year (yoy). Kas per akhir Maret turun 42,8% yoy hingga Rp 165,68 miliar.
Wilson memprediksi, harga UNSP akan melanjutkan tren penurunan jangka menengah hingga Rp 123 per saham. "Jauhi sahamnya, bagi yang sudah pegang, bisa cutloss," rekomendasi dia.
Giovanni Aristo, analis Bahana Securities, berpendapat, dalam jangka panjang, prospek bisnis Bakrie masih cerah, tertopang oleh bisnis oleokimia yang tengah berkembang. "Produk itu bebas pajak. Pemain sedikit sedangkan yang butuh banyak," kata dia.
Di tahap awal, biaya pengembangan sektor bisnis itu memang besar. Namun jika sudah berjalan, kontribusinya optimal. Perkiraan Giovanni, pada 2013, Bakrie sudah merasakan efek positif dari pengembangan bisnis kimia.
Tekanan besar terhadap saham UNSP, saat ini, menurutnya tidak lepas dari penurunan harga sawit dan karet di pasar dunia. Selain itu, "Dari sisi good corporate governance, mereka memang tidak bagus," kata dia.
Bahana merekomendasi hold untuk UNSP dengan target harga Rp 280-Rp 300 per saham. Tapi Bahana tak menutup kemungkinan menurunkan target harga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News